Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sekelumit Kenangan dengan Harian "Bernas" Yogyakarta

28 Februari 2018   21:58 Diperbarui: 1 Maret 2018   00:28 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HarianBernas Yogya Pamit 'Pensiun'. Judul berita di detiknews (28/2-2018) ini seakan menyentak karena kenangan di tahun 1982-1983 tiba-tiba bergelayut bak mengurai kenangan. Koran itu dinyatakan berhenti terbit dalam bentuk catak sejak 1 Maret 2018.

Kenangan itu terkait dengan kali kedua saya menginjakkan kaki di Kota 'Gudeg' Yogyakarta di akhir tahun 1982, setelah sebelumnya di awal tahun 1970-an, untuk mengikuti Pendidikan Fungsional Jurnalistik di LP3Y (Lembaga Penelitian Pendidikan Penerbitan Yogya).

Berangkat dari kampung halaman di Kota 'Salak' Padangsidimpuan, Sumut, naik bus ALS ke Jakarta yang dilanjutkan dengan bus ke Yogya dengan harapan mendapat pengetahuan tentang jurnalistik. Soalnya, ketika itu di tempat kerja, sebuah koran harian yang terbit di Kota Medan, sama sekali tidak ada pelatihan jurnalistik yang mumpuni.

Ada berita kecil, kalau tidak salah kilasan berita, di Harian "KOMPAS", tentang kesempatan mengikuti Program Pendidikan Fungsional Jurnalistik di LP3Y. Program ini gratis karena didukung oleh Asia Foundation. Ketika itu program perintis diperuntukkan bagi wartawan dengan status mahasiswa DO. Lamaran saya layangkan dengan, ketika itu, Pos Kilat, dari Kantor Pos Padangsidimpuan, karena saya takut kalau menunggu saya tiba di Yogyakarta akan terlambat karena lewat waktu pendaftaran.

Tidak ada surat-menyurat karena calon peserta diminta mengikuti tes di kantor LP3Y, waktu itu di Jalan Pacar, Baciro, Yogyakarta. Ada lima pewawancara ketika itu, al. Ashadi Siregar (Bang Hadi, direktur LP3Y), Amir Effendi Siregar, alm Harso Widodo (Redaktur di Tabloid "Mutiara"), dll.

Hasil seleksi memberikan kesempatan kepada 20 peserta untuk mengikuti pendidikan gratis selama enam bulan. Cara yang dijalakan LP3Y adalah dengan metode drill yang memacu peserta terus menyelesaikan modul. Satu kelompok 5 peserta. Yang selesai modul pertama lanju tke modul kedua bersama peserra dari kelompok lain. Begitu seterusnya. Setiap kelompok dimentori oleh seorang mentor. Tidak ada istilah lulus, tapi persentase keberhasilan menyelesasikan modul.

Tempat untuk kos tidak masalah karena saya bisa ke tempat kos terdahulu di bilangan Lempuyangan, selatan stasiun KA Lempuyangan. Dari kos ke LP3Y jalan kaki sehingga menghemat biaya.

Tentu berita dari Yogyakarta terbatas tempatnya di koran itu karena lebih mengutamakan berita daerah Sumut dan Aceh. Kalaupun saya kirim berita tentulah yang bersifat nasional atau daerah yang khas dengan kategori berita  nusantara.

Agar tetap bisa menerbitkan tulisan sekaligus jadi ajang latihan dengan bekal pengetahuan pendidikan di LP3Y, saya coba menawarkan diri ke sebuah media cetak di Yogya. Tapi, harus melalui jalur resmi. Akhirnya, saya sampai ke Harian "Bernas", waktu itu kantornya di dekat kelenteng di peremapatan Gondomanan, yang menerima saya sebagai penulis lepas.

Harian 'Bernas' semula bernama Harian Nasional yang terbit sejak tanggal 15 November 1946. Koran ini didirikan oleh Sumanang, politisi Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang juga pendiri Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) dan Kantor Berita "Antara". Itu artinya koran ini bertahan selama 72 tahun. Pernah juga koran ini masuk dalam Kelompok Kompas Gramedia tahun 1990-2005.

Kisah tragis juga menyelimuti koran ini ketika salah seorang wartawan, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin, dibunuh tanggal 13 Agustus 1996. Dugaan penyebab pembunuhan adalah  karena berita Udin yang kritis terhadap pemerintah Kabpaten Bantul terkait politik, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyidikan sampai persidangan pun penuh rekayasa sehingga taun ini 22 tahun sudah kasus pembunuhan itu tapi pelakunya tetap misterius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun