Mohon tunggu...
Salman
Salman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Negara Indonesia yang baik hati

Presiden Golput Indonesia, pendudukan Indonesia yang terus menjaga kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bom Waktu Transportasi Berbasis Aplikasi Daring

29 Maret 2018   10:05 Diperbarui: 29 Maret 2018   10:13 3550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
megapolitan.kompas.com

Berita heboh minggu ini, heboh buat pengguna aplikasi transportasi berbasis aplikasi online terutama uber, buat saya sih biasa saja, karena sudah saya prediksi tiga tahun lalu bahwa perusahaan-perusahaan berbasis aplikasi online akan gulung tikar.

Buat yang masih belum tahu berita tentang Uber, saya beritahu bahwa Uber gulung tikar di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.  erusahaan Uber diakuisi oleh Grab. Uber menyerah setelah rugi 4,5 miliar dolar AS atau 64,28 triliun di kawasan. Suatu angka yang fantastis bagi perusahaan di Indonesia.

Sekarang di Indonesia yang masih bertahan adalah Grab dan Gojek. Dua perusahaan yang akan bertarung berdarah-darah merebut pangsa pasar Indonesia. Tulisan ini akan mengulas dampak sosial yang akan diakibatkan oleh persaingan liar oleh dua perusahaan tersebut yang  ternyata merusak tatanan transportas konvensional, bahayanya seperti bom waktu yang akan meledak menghancurkan impian jutaan para driver online.

Kita flashback sejenak, pada 2014 -- 2015, transportasi berbasis aplikasi online booming, kaum muda di kota-kota besar banyak yang beralih menggunakan jasa ini karena dinilai murah, mudah dan nyaman. Dan orang-orang berbondong antri untuk menjadi driver online karena melihat penghasilan yang lebih menjanjikan, pendapatan rata-rata perbulan bisa mencapai 6 -- 10 juta, hingga meninggalkan pekerjaan kantoran.

Tahun 2014 -- 2016 benar-benar tahun bulan madunya driver dan penumpang, driver dapat penghasilan yang besar, penumpang dapat tumpangan murah, mudah dan nyaman, termasuk saya yang menjadi penumpangnya. Tapi sedikit sekali yang berpikir perusahaan untung dari mana? Bahkan para driver online tidak paham perusahaan itu dapat untung dari mana, tidak banyak yang tahu bahwa perusahaan membakar uang untuk mendapatkan konsumen, jika dilihat dari jangka pendek perusahaan mengalami kerugian, kerugian dalam jumlah yang sangat besar, triliunan.

Baik, kita cukupkan flashback-nya. Hari ini kita lihat para driver online nasibnya semakin memprihatinkan, semakin sering demonstrasi, mereka menuntut untuk peningkatan sejahtera melalui peningkatan tarif. Jika dulu mereka satu hari bisa mendapatkan 500 ribu, sekarang 500 ribu baru bisa didapatkan selama seminggu.

Nah di sinilah permasalahannya, bahwa yang harus disadari bahwa Gojek dan Grab belum untung, alias masih merugi, mereka telah membakar uang triliunan rupiah untuk mengembangkan pasarnya. 

Gojek dan Grab masih bertahan hari ini karena mendapatkan suntikan dana puluhan triliun dari investor. Dana itu digunakan agar harga layanannya tetap murah dan bisa bersaing dengan kompetitornya, dana itu juga untuk menjaga agar konsumen tetap setia pada layanan aplikasinya. Contohnya saja saya, saya  dapat voucher gratis dari layanan gojek 10 kali gartis menggunakan Go-ride maksimal 8 ribu. Gojek bakar uang hingga 80 ribu agar saya tetap menggunakan layanannya, ini baru satu orang, kalau 1 juta orang, gojek bakar  duit 80 milyar. Ini angka yang kecil??? Sangat besar.

Pertanyaanya, mengapa GoJek melakukan hal tesebut? itu agar saya tidak pindah menggunakan layanan kompetitornya. Sebenarnya Grab dan GoJek memahami karakter orang indonesia yang akan memilih layanan termurah, tidak ada loyalitas masalah harga. Mau sampaikan kapan perusahaan terus bakar uang? Investor bodoh mana lagi yang mau buang uang investai di perusahaan yang terus merugi?

Ketika sampai di suatu titik tidak ada suntikan dana lagi, perusahaan akan mulai mengambil profit dari driver, sehingga penghasilan driver semakin kecil, di sisi lain perusahaan  tidak berani menaikan tarif karena takut konsumennya pindah ke kompetitornya. Perusahaan akan mati-matian mempertahankan konsumen karena jika konsumennya berkurang maka nilai kapitalisasi perusahaan akan turun dan sahamnya akan turun.

Sampai di sini, para driver ini akan menjadi korban kapitalisasi perusahaan transportasi berbasis online tadi. Dan sangat mungkin jika perusahaan Gojek dan Grab tadi akan gulung tikar karena nyatanya perusahaan tersebut mengalami kerugian yang sangat besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun