Jakarta (22/12/2015) : Hampir genap dua tahun BPJS Kesehatan beroperasi menjalankan program jaminan kesehatan di Indonesia. Dalam dinamika perjalanannya, beragam cerita dan pengalaman masyarakat menggunakan BPJS Kesehatan pun terus mengalir, mulai dari peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit ringan hingga katastropik.
Ibu Kumala (56 tahun) sudah lama merasakan penglihatannya sering kabur. Namun karena keterbatasan biaya, ia tak pernah memeriksakan matanya ke dokter. Hingga suatu hari ia didaftarkan Pemerintah Daerah Kota Tarakan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Saat itu barulah Ibu Kumala berani mengunjungi puskesmas terdekat.
Dari hasil pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa Ibu Kumala harus segera menjalani operasi katarak. Dokter pun segera merujuknya ke RSUD Kota Tarakan. “Saya sempat enggan ke rumah sakit. Uang operasi biaya darimana? Sementara saya ibu rumah tangga, penghasilan hanya dari suami, itu pun pas-pasan,” kata Ibu Kumala saat ditemui di tempat tinggalnya di Jembatan Besi, Tarakan.
Namun ia diyakinkan oleh dokter dan pasien lainnya bahwa biaya operasi katarak tersebut dapat ditanggung BPJS Kesehatan. “Saya hampir tidak percaya kalau seluruh biaya operasinya dijamin BPJS Kesehatan. Semoga program ini bisa terus berjalan,” tutur Ibu Kumala.
Lain lagi cerita dari Ibu Titin (22 tahun). Di usia yang masih sangat muda, siapa yang menyangka jika ia ternyata telah 3 bulan mengidap kanker tiroid. Ia pun harus menjalani kemoterapi rutin, keluar masuk rumah sakit, menebus obat dan mengurus administrasi lainnya seorang diri. Menurutnya, dokter masih belum bisa memastikan harus berapa kali lagi Ibu Titin menjalani kemoterapi. Hingga kini, ia pun masih rutin menjalani kemoterapi 3 minggu sekali.
“Alhamdulillah, tidak ada iur biaya sama sekali. Saya pakai kartu Jamkesmas, perlakuan petugas rumah sakit juga sama seperti kepada pasien umum. Tidak dibeda-bedakan sama sekali.,” katanya.