Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Social Distancing, Pemotongan Rute Trans-J, dan Operasional Transportasi Massal DKI Jakarta

16 Maret 2020   05:34 Diperbarui: 16 Maret 2020   07:29 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrean Trans-J dengan jalur di luar halte |Dokpri

Saya pengguna transportasi umum, angkot, Trans-Jakarta (Trans-J), dan ojek online. Pengalaman bepergian hari Minggu kemarin (14/3) mengingatkan saya untuk sejak itu, membatasi kegiatan yang tidak memungkinkan saya menghindari kerumunan, misalnya di halte bus dengan antrean padat dan rapat, di angkot dan Trans-J yang menghirup udara dalam satu atap, dsb.

Kemarin, saya akui menjadi agak paranoid setelah tiba-tiba orang yang duduk di sebelah saya batuk, yang lain buang ingus, nemu di trotoar seabreg dahak segar (sorry to mention it).

Saat antre di halte, sama sekali tidak ada jarak antara satu sama lain. Seorang perempuan usia 40 tahunan sontak memegang tangan saya erat-erat untuk tumpuannya saat dia nyaris kehilangan keseimbangan badan karena memaksakan diri menerobos antrean.

Sampai di rumah, saya langsung mencuci semua yang menempel di tubuh dengan air yang sudah ditetesi Dettol, membersihkan (cover) HP dng alkohol 70%. Sebagian diri saya mengecam aksi "paranoid" saya. Mencuci tangan setelah pegang uang, dari perjalanan, melakukan kegiatan lain pun sudah menjadi kebiasaan saya. Namun pada hari itu saya melakukannya berlipat kali frekuensinya.

Daripada paranoid ataupun mengalami flu psikosomatis (serasa sedang flu, padahal sehat), mudah-mudahan saya tahan dan ingat menahan diri untuk melakukan "social distancing". Inilah praktik "social distancing" yang dilakukan atas kesadaran pribadi.

Khusus di Trans-J, saya amati banyak penumpang lansia, mereka adalah kelompok yang termasuk rentan terinfeksi. Di luar fakta itu, semua yang di halte kemarin adalah mereka yang harus dilindungi (oleh penyedia fasilitas), dan melindungi diri sendiri, sekaligus melindungi orang lain.

Perlukah dilakukan "termometer tembak" (thermal scanner check) di halte bus, di pasar yang ruangannya tertutup?

Hal lain, bagaimana perlindungan bagi petugas pengukur suhu badan, satpam, penjaga halte, semua saja yang harus bekerja di garda depan, dsb. Semua, pun petugas medis harus mendapat perlindungan memadai agar wabah Covid-19 bisa diminimalisir penyebarannya.

Tentang "Social Distancing"
Dokter Panji Hadisoemarto, M.P.H, lulusan Harvard T.H.Chan School of Public Health dan Dosen Departemen Kesehatan Publik dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran seperti dilansir di Kompas.com menyebutkan bahwa social distancing sendiri memiliki skala yang luas.

Menurutnya, social distancing bisa dilakukan secara pribadi dengan menghindari keramaian atau orang yang sedang sakit, atau dilakukan oleh pemerintah dan otoritas dengan memberlakukan kebijakan untuk tidak ke kantor dan berkerumun.

Presiden Jokowi dalam pernyataannya, meminta seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota agar terus memonitor kondisi daerah masing-masing, berkonsultasi dengan pakar medis, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Ini kaitannya dengan penentuan status daerah yang bersangkutan  yaitu siaga darurat ataukah tanggap darurat bencana non-alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun