Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia tengah dihadapkan pada krisis moral yang serius. Fenomena ini terlihat dari meningkatnya berbagai kasus yang melibatkan pelajar, seperti tawuran, perundungan (bullying), korupsi, serta perilaku tidak etis lainnya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan generasi muda kita? Mengapa nilai-nilai moral yang seharusnya menjadi fondasi pendidikan justru semakin memudar?Â
Bukan Sekadar Salah Siswa, Krisis moral yang terjadi saat ini bukan hanya kesalahan dari para siswa semata. Permasalahan ini
bersifat kompleks dan menyentuh banyak aspek. Minimnya perhatian dari orang tua ikut berperan besar. Di era modern ini, banyak orang tua yang sibuk dengan pekerjaan hingga lupa akan tanggung jawab moral terhadap
anak-anak mereka. Anak-anak yang kehilangan sosok teladan di rumah cenderung mencari panutan di luar, yang belum tentu memberikan pengaruh positif. Pengaruh lingkungan sosial yang buruk, terutama dari teman sebaya dan komunitas tempat siswa bergaul, menjadi faktor lain.
Akses tanpa batas terhadap teknologi dan media sosial membuat siswa mudah terpapar konten negatif yang membentuk pola pikir dan perilaku menyimpang. Teknologi memang memiliki banyak manfaat, namun tanpa pendampingan, dampaknya bisa sangat merusak. Tak kalah penting, akademik lebih diutamakan dibandingkan pengembangan karakter, Pendidikan moral dan etika masih kurang mendapat perhatian, padahal nilai-nilai ini justru sangat menentukan arah perkembangan kepribadian siswa.Â
Ketika krisis moral dibiarkan begitu saja, dampaknya sangat luas. Kita bisa melihat peningkatan tindakan kriminal yang melibatkan pelajar, penurunan kualitas pendidikan karena suasana belajar yang tidak kondusif, serta kerusakan lingkungan sosial seperti bullying dan intoleransi. Yang lebih meyakinkan, krisis ini juga merusak nilai-nilai budaya dan etika yang selama ini dijunjung
tinggi oleh bangsa Indonesia.Â
Salah satu contoh tragedi yang terjadi di Gresik, Jawa Timur. Salah satu seorang siswi kelas 2 SD mengalami perundungan parah oleh kakak kelasnya yang matanya ditusuk menggunakan tusukan pentol oleh pelaku. Kasus ini membuka mata publik bahwa kekerasan bisa terjadi bahkan di lingkungan sekolah dasar, yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak-anak.Â
Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan, sudah saatnya kita tidak hanya mencari siapa yang salah, tetapi mulai mencari solusi bersama. Pendidikan karakter harus menjadi fokus utama sejak dini. Siswa perlu dikenalkan pada nilai-nilai seperti empati, tanggung jawab, integritas, dan rasa
hormat terhadap sesama.Â
Namun, karakter pendidikan tidak bisa berdiri sendiri. Lingkungan yang positif dan suportif harus dibangun melalui kerja sama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Sekolah harus aktif mengintegrasikan karakter pendidikan dalam kurikulum dan kegiatan belajar.
Orang tua pun harus lebih terlibat, bukan hanya dalam aspek akademis, tetapi juga dalam membimbing perilaku anak. Sementara perlunya masyarakat menjadi ruang sosial yang menanamkan nilai-nilai kebaikan, bukan sekedar menjadi penonton.Â
Karena pada akhirnya, kualitas sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas moral generasi mudanya. Jika kita gagal membentuk karakter siswa hari ini, maka kita sedang merusak masa depan Indonesia esok hari.
Oleh: Indria Navisari Rafina//Mahasiswa S1 Â Jurnalistik
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI