Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Macet, Musuhnya Marketing Profesional

12 November 2017   22:51 Diperbarui: 12 November 2017   23:03 9582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Volume Kendaraan Terdaftar di Jakarta. Sumber Data Ditlantas Polda Metro Jaya dalam BPS Jakarta

Kemacetan memang menjadi hal biasa di Jakarta mengingat jumlah kendaraan selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Menguntip data dari Polda Metro Jaya, di Tahun 2014 jumlah kendaraan yang terdaftar di Jakarta sudah melampaui 17,5 juta unit dengan tingkat kenaikan hampir 10 persen. Jumlah ini belum ditambah dengan kendaraan yang berasal dari sekitar Jakarta maka sudah dipastikan kemacetan menjadi rutinitas yang harus dilalui bagi warga Jakarta.

Secara jujur, kemacetan menjadi momok yang menakutkan bagi pekerja profesional. Sebagai seorang Marketing Eksekutif di perusahaan pengadaan barang dan jasa, saya memiliki agenda pertemuan dengan rekan bisnis dari perusahaan/instansi lain. Tentu saja ketika ada jadwal pertemuan membahas kerjasama, kendala non-teknis seperti keterlambatan waktu menjadi sesuatu yang harus saya antisipasi. 

Apakah kemacetan dapat mempengaruhi kinerja saya sebagai marketing?

Saya jawabPasti Mempengaruhi.

Ada banyak kisah ketika kemacetan mempengaruhi mood saya saat bekerja. Kemacetan sudah saya alami ketika berangkat kerja. Lokasi tempat tinggal di daerah Menteng ke kantor di Tanah Abang sudah dapat dipastikan ada beberapa titik lokasi kemacetan yang akan saya lalui seperti di Jalan sekitar Sarinah, pasar Tanah Abang, Jalan Wahid Hasyim, atau sekitar Monas jika saya memilih jalur memutar ke kantor. Ternyata kemacetan tidak hanya disebabkan karena jumlah kendaraan yang besar namun juga rendahnya tingkat kesadaran pengguna jalan. Contoh sederhana, ketika saya melewati daerah Pasar Tanah Abang, kemacetan justru disebabkan sopir kendaraan umum yang berhenti atau mangkal di bahu jalan. Ini menyebabkan ruas jalan menjadi semakin sempit dan pastinya menyebabkan kemacetan. Bisa dibayangkan bila dalam jarak 100 meter ada 3 mobil yang berhenti atau parkir sembarangan di bahu jalan. Kemacetan yang ditimbulkan bisa mencapai 1 kilometer.

Hal ini saja sudah merubah mood saya. Harapan di pagi hari dapat memulai dengan semangat dan wajah segar namun ketika menghadapi kemacetan, wajah saya akan berubah seketika. Rasa kesal, khawatir telat ke kantor dan was-was kendaraan menjadi lecet karena tersenggol kendaraan lain. Saat memulai aktivitas pun, kemacetan ikut mempengaruhi mood saya. 

# Gara-Gara Terjebak Macet, Dianggap Kurang Profesional

Saya ingat Desember tahun lalu, saya memiliki agenda meeting dengan salah satu perusahaan di daerah Bekasi. Sesuai estimasi, jarak tempuh hanyua berkisar 1-1,5 jam dari lokasi kantor. Pertemuan diagendakan jam 11.00 WIB atau sebelum istirahat makan siang. Setelah menyiapkan berkas yang dibutuhkan, saya pun berangkat jam 09.00 WIB.  Ketika melewati Slipi, kekhawatiran saya pun dimulai. Kemacetan sudah tampak dari jauh karena banyaknya kendaraan yang terparkir di pinggir jalan. Butuh waktu 15 menit untuk terbebas dari kemacetan tersebut.

Rasa kekhawatiran saya kian memuncak ketika melintasi tol, antrian mobil mulai terlihat panjang karena banyak yang keluar Pancoran dan Semanggi. Seketika saat saya melihat google maps, rute jalan berubah warna merah yang menunjukkan macet parah sepanjang 1 km. Benar saja estimasi tiba di perusahaan yang saya tujun jam 10.30 akhirnya terpatahkan karena tiba pukul 12.00 WIB dimana jam tersebut sudah jam istirahat.

Berkali-kali ucapan maaf sudah terlontar saat bertemu dengan perwakilan perusahaan namun hanya dibalas dengan ucapan, Wah Maaf mas, agenda meeting di reschedule saja. Manager saya sudah terlanjur keluar kantor. Masnya datang telat sih"

Ucapan ini begitu membekas karena sebagai seorang marketing eksekutif, keterlambatan saat ada agenda meeting dinilai kurang profesional. Bisa dibayangkan membuat janji bertemu dengan klien sangat susah jadi ketika saya dalam kondisi ini selain rasa bersalah dengan klien, mood saya langsung berubah seketika. Satu hari itu ingin rasanya mengeluarkan emosi namun tidak bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun