Konstitusi Kelima hasil amandemen berbeda dengan Konstitusi Pertama dalam Undang Undang Dasar 1945. Wajah kabinet ikut terpengaruh dengan perubahan konstitusi itu. Tentu nomenklatur kabinet juga berbeda antara sistem parlementer dengan sistem presidensial.
Indonesia sudah pernah berpengalaman dengan dua sistem itu. Tidak juga serupa antara penerapan apa yang disebut dengan Demokrasi Terpimpin dibandingkan Demokrasi Pancasila. Nama yang diberikan kepada masing-masing periode pemerintahan dipengaruhi subjektivitas presiden yang menjabat.
Sebelum pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung tahun 2004, Indonesia sudah menjalankan bentuk pemerintahan daerah yang berasas otonomi, desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan.
Di luar pemerintahan pusat, terdapat pemerintahan provinsi yang menjadi wakil pemerintah pusat di daerah. Pemerintahan provinsi menjalankan asas dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Selain itu terdapat pemerintahan daerah, yakni kabupaten atau kota yang menjalankan asas otonomi dan desentralisasi.
Dengan pemberlakuan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, terdapat juga pemerintahan desa. Asas otonomi juga dijalankan oleh pemerintahan desa, namun berdasarkan "perwalian" pemerintahan daerah.
Dari sisi anggaran, terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Kewenangan desa meliputi kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal berkala desa, kewenangan yang ditugaskan pemerintahan daerah provinsi, pemerintah kota/kabupaten dan kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kehadiran UU No 6/2014 ini membawa peluang yang sangat terbuka bagi desa dalam memajukan ekonomi dan bisnis (Lihat Faisal A Mahrawa, Indra J Piliang, Yando Zakaria, dkk, Desa Millenium Ketiga: Prospek dan Tantangan Bisnis, Jakarta: PT Sang Gerilya Indonesia, 2019). Apabila negara memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN), daerah memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maka desa memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kehadiran para direktur dan komisaris dalam skala desa, apabila dikelola dengan baik, bakal mewarnai kompetisi skala lokal, nasional dan global.
Berdasarkan teks konstitusi dan perundang-undangan itu, sudah seyogianya kehadiran kabinet dalam skala pemerintah pusat makin efisien, kompetitif dan tak sekadar berdasarkan libido politik belaka. Sejumlah catatan sudah diungkapkan dalam tulisan-tulisan terdahulu.
Namun, guna memperjelas, sudah waktunya bagi Presiden Terpilih Ir. Joko Widodo untuk memberikan pertimbangan yang paling fundamental dalam menyusun kabinet nanti.
Sebelum berbicara tentang nama-nama orang, kuota, hingga imbal balas jasa politik, sebaiknya dipikirkan secara matang tentang nomenklatur yang paling dibutuhkan bangsa ini dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, mengendalikan bonus demografi, sampai menjadikan kabinet sebagai playmaker dalam persaingan antarnegara.
Ketika mayoritas kewenangan pemerintahan sudah didesentralisasikan, pemerintah pusat tinggal memiliki kewenangan terbatas. Kewenangan itu adalah politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan keagamaan. Di luar itu adalah standarisasi nasional.
Berdasarkan kewenangan itu, kabinet yang dibentuk tentunya berdasarkan yurisdiksi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Tentu saja dalam menyusun sejumlah kewenangan itu dalam bentuk organisasi skala kementerian tidak semudah yang tertulis.
Hal ini juga berlaku untuk daerah yang sama sekali tak seragam dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) masing-masing. Di daerah-derah yang sama sekali tak memiliki laut dan ruang laut, keberadaan Dinas Kelautan hanya menjadi bahan tertawaan, misalnya.
Dari sisi teori, politik luar negeri tidak sama dengan hanya membentuk Kementerian Luar Negeri. Bagaimanapun, politik luar negeri adalah cerminan dari politik dalam negeri. Sehingga dengan satu kewenangan saja, yakni politik luar negeri, sudah terpapar dua kementerian, yakni Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri. Dua kementerian ini harus menjalin kerjasama yang semakin erat, sehingga memiliki satu nafas dalam menjalankan fungsi politik internal dan eksternal.
Ketika Indonesia bersiap menghadapi Era Pasifik, misalnya, sejumlah persoalan masih mengganjal menyangkut persoalan Papua yang justru aktif di kawasan negara-negara Pasifik. Belum lagi rencana Pembangunan Ibu Kota Negara baru.
Begitu juga kewenangan di bidang pertahanan, tidak saja dalam pengertian sipil -- mengingat kabinet adalah organisasi sipil -- tetapi juga militer. Sehingga tidak saja lahir Kementerian Pertahanan, namun juga sejumlah fungsi pertahanan sipil yang dibentuk dalam sejumlah badan, kementerian atau lembaga dalam menjalankannya. Pertahanan yang baik juga membutuhkan kehadiran pihak intelijen.
Sementara fungsi intelijen tidak hanya berada dalam kewenangan Badan Intelijen Negara, melainkan juga masuk ke dalam fungsi intilejen militer, polisi, jaksa, bea dan cukai, hingga intelijen dalam artian lebih luas, yakni penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membentuk intelegensia sebuah bangsa. Pembangunan industri strategis di bidang alutsista, begitu juga perlombaan di antariksa, tentunya menjadi bagian penting yang menjadi proyeksi masa depan.
Belum lagi kewenangan di bidang keamanan yang tak semata hanya polisi. Hanya Indonesia yang sampai sekarang belum menerapkan wajib militer, dibandingkan dengan negara-negara yang lebih maju di bidang ekonomi. Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) sudah merekomendasikan sejumlah kajian guna membentuk warga negara yang tak mudah teradikalisasi, misalnya. Begitu juga dengan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Sebagai yang pernah berkecimpung di kedua lembaga itu sejak muda, saya menyadari betul betapa makin relevan pembumian kurikulum ketahanan nasional yang bisa saja berada dalam sebuah kementerian.
Negara sudah mengalokasikan begitu banyak dana bantuan sosial, tetapi kurang melakukan edukasi dalam bentuk pelatihan menyangkut penggunaan dana itu. Semakin hari, organisasi sosial kemasyarakatan hadir bak jamur di musim hujan.
Akan tetapi, publik seolah dipaksa memiliki jantung yang sehat, akibat setiap saat dikejutkan dengan kehadiran kelompok-kelompok ekstrimis dan teroris, misalnya.
Tentu uraian bisa diperluas lagi di bidang yustisi, moneter dan keagamaan. Kementerian Kehakiman (Hukum dan Hak Asasi Manusia), Kementerian Keuangan (berikut Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, Otoritas Jasa Keuangan dan ekonomi syariah), serta Kementerian Keagamaan apakah sanggup menghadapi sejumlah turbulensi yang sudah di teras halaman kita?
Sebut saja saling-silang budaya yang mempengaruhi eksistensi agama-agama resmi di Indonesia, kebutuhan kehadiran mata uang regional, trans national crime yang hadir bersama dengan ajaran-ajaran keagamaan, supremasi berdasarkan warna kulit, asal keturunan (ius sanguinis) atau tempat kelahiran (ius soli), local chauvinism yang hadir akibat perbedaan-perbedaan pilihan politik, atau pun labilitas lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mudah koyak oleh amuk narapidana?
Sebelum kementerian-kementerian yang menjalankan sebanyak 33 kewenangan yang sudah didesentralisasikan dibentuk, sebaiknya pilar-pilar kementerian yang diambil berdasarkan kewenangan pemerintah pusat di atas diperkuat. Bukan berarti diperluas atau diperlebar, melainkan benar-benar disusun berdasarkan tantangan-tantangan jangka pendek, menengah dan panjang.
Presiden Terpilih Ir. Joko Widodo tentu terpaksa tak mudah lagi membicarakan kementerian-kementerian yang hendak dibentuk itu sambil tertawa. Amerika Serikat saja yang hanya memiliki 15 kementerian, berjibaku dulu dengan Senat sebelum mengambil keputusan.
Biografi-biografi terkenal berasal dari para menteri yang tahan uji ini, dengan cerita yang begitu detail mengingat bukan hanya menjadi bagian dari jenjang karier, tetapi adalah wajah Amerika Serikat sendiri selama empat tahun.
Masing-masing kementerian yang dibentuk nanti, beserta menteri-menterinya, adalah wajah Indonesia selama 5 tahun ke depan.Â
Sungguh, beban yang tak mudah....
Jakarta, 03 Juli 2019.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI