Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Batas Nasib Kementerian Kaya Vs Papa

19 Juni 2019   07:38 Diperbarui: 21 Juni 2019   01:00 1523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Ketika sejawatnya kesulitan untuk mengurus satu persoalan yang terkait dengan bidang tugasnya akibat keterbatasan anggaran, terdapat kementerian yang bisa menyewa pihak ketiga sebagai konsultan. 

Deretan proyek-proyek yang tercantum dalam Sistem Pengadaan Layanan Elektronik (LPSE) berupa sistem pengadaan barang/jasa pemerintah pada masing-masing kementerian bisa menjadi petunjuk awal. Kesan sesaat dalam membandingkan langsung terasa. 

Terdapat kementerian yang seolah menghambur-hamburkan anggaran, sementara kementerian lain kesulitan anggaran. Ya, kesan kementerian kaya versus kementerian papa atau paria. Kementerian raksasa versus kementeian cebol. 

ilustrasi pribadi
ilustrasi pribadi
APBD Kab Padang Pariaman, misalnya, berkisar pada angka Rp. 1,4 Trilyun. Angka itu tentu tidak sebanding dengan APBD DKI Jakarta yang berjumlah Rp. 70 Trilyun yang disebarkan ke Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Utara, Kota Jakarta Timur dan Kabupaten Kepulauan Seribu.  Namun, jika dibandingkan anggaran yang diterima Kementerian PAN dan Reformasi setiap tahun, justru APBD Kab Padang Pariaman berjumlah empat kali lipatnya. 

Bahkan dibandingkan dengan Alokasi Dana Desa yang diserahkan kepada masing-masing Kabupaten atau Kota di seluruh Indonesia, besaran totalnya bisa jadi lebih banyak dibandingkan dengan anggaran kementerian. 

Anggaran kementerian yang kecil juga seiring dengan anggaran operasional menteri yang sedikit. Pun jika dibandingkan dengan anggaran operasional kepala daerah. Prestise yang dimiliki menteri-menteri tersebut, dibandingkan dengan kepala daerah, tentu lebih tinggi. Menteri adalah penyelenggara negara di level pemerintahan pusat. Area kerja menteri mencakup keseluruhan wilayah Nusantara. 

"Pada gilirannya, reformasi birokrasi juga perlu menjangkau skala yang lebih atas lagi, yakni bagaimana masing-masing kementerian, badan dan lembaga dibentuk, dikelola, diorganisir dan digerakkan."

Tentu, para menteri masih bisa bekerja-sama dengan gubernur yang merupakan wakil pemerintah pusat di daerah lewat fungsi dekosentrasi dan tugas perbantuan. Ajaibnya, jika seluruh kabupaten, kota dan provinsi dijelajahi oleh para menteri yang bersangkutan, bahkan untuk membayar tiket pesawat saja tidak cukup dalam setahun. 

Tentu terdapat juga kementerian yang memiliki anggaran besar, hingga ratusan trilyun. Yang terbesar adalah  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Yang diluar itu adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 

Sebut saja kementerian jenis ini termasuk kategori pekerja dengan talenta pendidik, bangsawan, insinyur dan saudagar, mengingat pendidikan memang mahal dan sejak zaman Yunani hanya diperuntukkan kepada keluarga-keluarga berpunya. Menteri yang menjadi pejabat tertinggi pada kementerian bersangkutan muncul lebih mentereng. 

Mereka menjadi pusat lobby para anggota parlemen, hingga kepala daerah. Proyek yang mereka "taruh" di salah satu atau beberapa daerah, bakal memberi pengaruh kepada perekonomian daerah dan perekonomian nasional, baik jangka pendek ataupun jangka menengah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun