Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Migrasi, Lockdown Lokal dan Munculnya Diktaktor Lokal

30 Maret 2020   15:34 Diperbarui: 30 Maret 2020   15:44 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Triump of Death, Pieter Brugel of Elder (medium,com)

 

Perubahan-perubahan terjadi, migrasi pemudik dimulai, semuanya terus berjalan dengan ketidaksiapan semua pihak. Kebijakan-kebijakan yang dibuat kini menjadi buah simalakama dikalangan masyarakat daerah. bias-bias terjadi.  

Setelah penetapan lockdown pusat yang tidak segera di afirmasi oleh pemerintah pusat, aparat yang mulai turun merapikan jalan, 'lockdown lokal' terjadi, berujung menjadi monster yang justru rakus memakan kemanusiaan itu sendiri. Apa kabar pemuda yang bertapa di Al-Kafhi?

LOCKDOWN LOKAL, DAN KEMUNCULAN DIKTAKTOR SIPIL LOKAL

Sragen 28 Maret 2020 karena ada pemudik dari Jakarta sebuah kampung di Krapyak, Sragen Tengah memutuskan untuk memblokade jalan masuk sekaligus melarang pendatang masuk.

Cukup impresif karena letak wilayah ini hanya sekitar 2km dari rumahku. Lalu ramai jadi perbincangan di media sosial, dan semakin menambah kegelisahan setiap pembacanya.

Saya sama sekali tidak kaget dengan ini semua, silahkan cek 3 tulisan saya sebelum ini. Bagi saya ini adalah rentetan efek dari ketidakjelasan sikap pemerintah selama ini dalam menetapkan status isolasi penuh (lockdown). 

Korelasinya terjalin kuat antara media yang terus mem-blowup, aparat yang mulai turun menertibkan setelah ada Maklumat Kapolri, slogan #dirumahsaja yang malah menuding mereka yang tidak dirumah, bahkan ingin kembali kerumah. 

Lalu penutupan kampus-kampus, kantor, sekolah, dan beberapa ruko mengakibatkan ekonomi menjadi lesu di kota-kota. Faktor inilah nanti yang mendorong banyak orang akhirnya untuk mudik lebih awal karena alasan yang sangat logis. Bertahan mati karena putaran uang tidak ada, akhirnya memilih pulang. Sisi ini akan berbanding terbalik dengan situasional di pedesaan.

Media, lagi-lagi adalah mata satu yang mengatur segala informasi. Masyarakat desa memperoleh informasi yang simpang siur soal virus ini, tidak ada transparansi negara dan media akan berapa jumlah dan langkah terbaik, bahkan semua otoritas negara kemudian hanya memberitakan penularan, kematian, tanpa memberitakan keterangan lebih mendalam soal pandemik ini hanya akan menambah kecemasan, kepanikan dimasyarakat bawah. 

Lalu muncullah lockdown lokal ini sebagai bentuk inisiatif dari warga sendiri demi pertahanan desanya. Di beberapa desa yang punggawanya cukup melek informasi sangat bagus, bahkan harus diakui. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun