Jengah sekali saya saat mendengar lagu karya Pak Kasur, Potong Bebek Angsa diubah sejumlah politikus negeri ini demi nafsu meraih simpatik masyarakat.
Ramai ubah lirik lagu Potong Bebek Angsa diawali oleh Fadli Zon. Politikus dari partai Gerindra ini seperti dinukil dari detik.com mengubah lirik lagu potong bebek angsa dengan lirik bermuatan politis.
Lirik lagu potong bebek angsa versi Fadli Zon ini tentu saja untuk menyerang kubu pemerintah. Geram dengan tingkah Fadli, politikus dari kubu pro Jokowi juga tak mau kalah. Wasekjen PPP Ahmad Baidowi, juga ikutan mengubah lirik lagu ini. Lirik dari Baidowi ditujukan untuk menyerang capres yang diusung Fadli Zon, Prabowo Subianto.
Hal sama juga dilakukan Ketua DPP Golkar, Ace Hasan Syadzily. Tak jauh berbeda dengan lirik Baidowi, lirik dari Ace juga ditujukan untuk Prabowo Subianto.
Baik kubu Prabowo ataupun kubu Jokowi, saya pribadi melihat cara mereka menggunakan lagu Potong Bebek Angsa untuk saling menyerang lawan politik sangat menjijikan, tak kreatif, dan merusak lagu anak-anak.
Para politisi ini mungkin menganggap bahwa lagu potong bebek angsa hanyalah instrumen mereka untuk menyampaikan kritik dan pendapat namun banyak instrumen lain yang bisa mereka gunakan dibanding harus merusak lagu anak-anak.
Mengapa tak boleh menggunakan lagu anak-anak sebagai alat untuk menyampaikan kritik bermuatan politis?
Lagu anak-anak memiliki tujuan mulia jika ditilik dari fungsinya di ranah pendidikan. Lagu anak-anak bertujuan untuk membangun mental dan karakter anak-anak. Maka kebanyakan lagu anak-anak lagunya sederhana dan liriknya tidak terlalu panjang.
Tema sesuai jiwa anak-anak yang masih polos, bahasanya sederhana dan mudah di mengerti, tidak terlalu banyak kiasan, biasanya tema lagu di ambil dari lingkungan hidup sehari-hari.
Pengarang kenamaan Amerika Serikat, Edwin E Gordon mengatakan proses pengenalan anak terhadap musik sama dengan tahapan ia belajar berbahasa. Setelah bunyi bahasa dari ibunya selama beberapa bulan. Seorang anak beranjak ketahap selanjutnya "coleteh".
Pada tahap ini anak akan bereksperimen dengan bunyi ucapan yang tidak di pahami oleh ibunya atau orang di sekitarnya. Segera setelah anak memecahkan simbol-simbol bunyi dari bahasa ibunya, dan dapat menirukan kata-kata pertamanya, dan kemudian menggunakan kata-kata pertamanya tersebut dengan penuh arti dalam frase dan kalimat-kalimat yang di ciptakannya sendiri.
Dengan penjelasan dari Edwin pada masa ini orang tua harus membimbing mereka untuk memahami musik atau pun bahasanya. Dari penjalasan ini saya tentu tak bisa membayangkan jika fungsi mulia dari lagu anak digunakan untuk nafsu politik para politikus baik dari kubu pro Jokowi atau pro Prabowo.
Saya juga sangat tidak sepakat jika ada pendapat yang menyebut bahwa dengan Fadli Zon dan politikus lain mengubah lirik lagu potong bebek angsa sama dengan kembali mempopulerkan lagu ini. Silahkan saja tengok ke taman-taman bermain, lagu potong bebek angsa dan lagu-lagu anak lainnya masih sering diperdengarkan.
Bahkan soal masalah mempopulerkan lagu anak-anak ini, tak butuh para politikus ini, karena di tingkatan akar rumput, anak-anak masih terbantu dengan adanya tukang odong-odong yang tiap sore selalu memutarkan lagu anak-anak.
Artikel kompasiana berjudul 'Antara Lagu Anak-anak dan Tukang Odong-odong' memaparkan bagaimana kegunaan tukang odong-odong untuk terus mempopulerkan lagu anak-anak di tingkatan akar rumput.
"Bagi saya sendiri arti Mang Dedi, sang tukang odong-odong cukup besar justru dalam khasanah musik indonesia (Jiah bahasanya ketinggian) Â tepatnya dia sudah melestarikan lagu anak-anak yang sudah jarang diperdengarkan." tulis Irma Tri Handayani.
Saya juga tak memahami pendapat yang menyebut jika lagu potong bebek angsa versi politikus ini ialah sarana untuk menyampaikan kritik. Mengapa tak mengubah lagu karya Bob Marley berjudul redemption song atau mengubah lagu karya Efek Rumah Kaca berjudul Di Udara.
Tak semua jenis lagu bisa dijadikan alat atau instrumen menyampaikan kritik. Lagu reggae misalnya memang menjadi instrumen untuk menyuarakan kritik. Tempo musik yang lebih lambat, pada saatnya mendukung penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait dengan tradisi religi Rastafari dan permasalahan sosial politik humanistik dan universal. Mengapa Fadli Zon cs ini tak ubah lagu reeage saja?Â
Kesimpulannya, apa yang dilakukan para politikus dengan mengubah lagu potong bebek angsa menurut saya mencerminkan rendahnya kepekaan dan daya nalar mereka saat melakukan sesuatu, para politikus ini tak mempedulikan dampak, yang terpenting nafsu mereka terpuaskan. Menjijikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI