Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari-hari Sebelum Meletusnya Tragedi Berdarah 01 Oktober 1965

4 September 2018   00:00 Diperbarui: 4 September 2018   01:06 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi sebagian orang di negeri ini, September 1965 ialah bagian sejarah kelam perjalanannya sebagai manusia, namun bagi sebagian lagi menganggap September 1965 ialah titik dimana mereka justru merasakan kemenangan. Kemenangan yang mereka raih dengan mengorbankan jutaan saudara mereka sendiri.

September 1965 menjadi awal waktu bagi bangsa ini masuk ke era kegelapan. Era di mana bangsa ini kemudian dipimpin oleh rezim selama 32 tahun. 

Rezim yang menanamkan bom waktu, dan ledakannya saat ini kita rasakan sama-sama. Indonesia di era 60-an memang berada di kondisi genting, di satu sisi negara ini dianggap sebagai negara paling berani dengan menantang Amerika Serikat sebagai negara adi kuasa, namun di sisi lain Indonesia justru berada di ambang kehancuran karena aksi beraninya tersebut.

Ir Soekarno yang saat itu tengah berada di kondisi megalomaniak mengambil keputusan cukup riskan terkait kebijakan politik dalam negeri. 

Soekarno saat itu menyatukan semua paham politik saat itu dengan konsep Nasakom. Konsep yang sebenarnya sudah dikumandangkan Soerkano sejak 1926, melalui artikel yang ia tulis dengan judul, 'Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme. Tiga aliran itu, kata Sukarno, merupakan kekuatan politik utama dalam pergerakan kemerdekaan di Indonesia. Nah, dalam kerangka melawan kolonialisme, penyatuan tiga aliran itu menjadi mutlak adanya.

Membaca peta perpolitikan dunia saat itu yang tengah memasuki Perang Dingin, konsep Nasakom kembali dikumandangkan oleh Soerkano pada era 60-an. Konsep ini tentu saja membuat bahagia, Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai yang sempat kena bredel oleh Soekarno pasca Madiun 1948 ini seperti mendapat angin segar dari kebijakan Soerkarno tersebut.

Kondisi perpolitikan Indonesia yang memberi ruang bebas untuk PKI tentu saja membuat gerah Amerika Serikat. Presiden Amerika Serikat saat itu, Lyndon Baines Johnson sempat mengatakan bahwa jika halaman depan kita (Vietnam) sudah masuk ke dalam ranjau Komunis maka jangan sampai halaman belakang kita (Indonesia) juga mengalaminya.

Operasi intelejen pun dilakukan Amerika Serikat. Fakta bahwa operasi intelejen Amerika Serikat di tragedi 1965 ini awalnya dibantah oleh banyak pihak di negeri ini, namun dokumen CIA yang bisa dibuka 30 tahun kemudian ke publik pada 2017 lalu itu menerangkan secara detail bagaimana CIA begitu konsen terhadap perpolitikan di Indonesia.

Dalam dokumen berjudul The Presidents Daily Brief dijelaskan bagaimana hari-hari sebelum peristiwa G30S meletus direkam secara detail oleh CIA. Misal, pada 02 September 1965 dalam laporan itu disebutkan bahwa Sukarno makin genjar mengkampanyekan semangat anti barat.

"Dia memerintahkan orang-orangnya membuat konferensi internasional bertema 'anti pangkalan militer' pada bulan Oktober. Panitia persiapannya dikepalai oleh pakar hubungan luar negeri dari PKI. Sejauh ini terindikasi kalau konferensi ini akan mempersoalkan pangkalan militer AS. Di ranah domestik, kelompok Komunis dan pendukungnya terpacu dengan pidato Sukarno terakhir, dan siap menggebuk kelompok anti-Komunis." tulis laporan CIA tersebut.

Lalu pada 14 September 1965, laporan CIA menuliskan soal unjuk rasa pro komunis yang berlangsung di Medan dan Surabaya. "Unjuk rasa pro-Komunis, didukung pemerintah, terus menekan Konjen AS di Medan dan Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun