Mohon tunggu...
Indira Emilia Anjani
Indira Emilia Anjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hukum

Saya adalah seorang mahasiswi Hukum di UPN Veteran Jakarta. Saya sangat suka membaca, mendengarkan musik, menari, dan menulis. Mari berteman!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Zhihar dalam Kehidupan Pasangan Suami Istri: Definisi, Sejarah Singkat, Sebab atau Konsekuensi, dan Implikasinya dalam Hukum Perkawinan

9 Mei 2024   01:19 Diperbarui: 9 Mei 2024   01:37 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernikahan merupakan salah satu momen yang paling ditunggu dalam hidup setiap orang di mana banyak terjadi perubahan dan penyesuaian yang harus dilakukan, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. Pernikahan juga bukan hanya sekadar sebuah upacara pengikatan hubungan menjadi sah antara laki-laki dan perempuan, namun bagaimana di dalamnya dapat terbina hubungan keluarga yang harmonis bernafaskan agama dengan melakukan apa yang dicintai-Nya dan menjauhi larangan-Nya, salah satunya adalah Zhihar. 

Zhihar menjadi salah satu larangan dan perbuatan dosa dalam pernikahan menurut agama Islam, namun sayangnya, masih banyak orang yang belum menyadari atau mengetahui tentang ini karena banyak orang mengira hal tersebut sebagai sebuah bentuk pujian yang diberikan oleh pasangan kita. Nyatanya, Zhihar menjadi salah satu dosa besar dalam agama Islam. Untuk memahami lebih lanjut tentang Zhihar, simak penjelasan di bawah ini, ya!

Definisi

Dalam bahasa Arab, kata Zhihar berasal dari kata (Zhahr) yang berarti "punggung". Hal tersebut dikarenakan kebiasaan orang-orang Yahudi mengibaratkan istri yang mereka gauli sebagai kendaraan yang mereka tunggangi, sehingga haram hukumnya menggauli istri dari belakang karena hal tersebut mengakibatkan lahirnya anak yang cacat. Jadi, istilah Zhihar dalam bahasa Arab sendiri terdapat pengaruh dari kepercayaan Yahudi.

Secara istilah, Zhihar berarti ucapan seorang mukallaf (orang dewasa dan berakal) kepada istrinya bahwa ia sama dengan ibunya. Akan tetapi, Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak hanya haram untuk seseorang menyamakan dengan ibunya, namun juga wanita lain yang haram untuk dinikahi, baik dikarenakan perkawinan, hubungan darah, saudara sepersusuan maupun sebab-sebab lainnya. Sedangkan, menyamakan istri dengan ibu atau muharramat sebagai bentuk ucapan penghormatan atau kasih sayang tidak dikatakan sebagai Zhihar, namun Rasulullah SAW membenci perbuatan tersebut. 

Ungkapan Zhihar ini hanya berasal dari suami dan bukan dari istri. Apabila istri mengucapkan hal yang serupa, maka hal tersebut tidak dianggap ke dalam Zhihar. Ucapan Zhihar yang dilontarkan dari suami ke istri berarti menyamakan kedudukan istri dengan kedudukan mahram sang suami, seperti ibunya. Apabila seumpama seorang suami berkata, "pada sisiku, engkau sama dengan punggung ibuku," Pada zaman Jahiliyah, ucapan tersebut adalah salah satu cara untuk menceraikan istri dengan memberikan suatu perumpamaan bahwasanya kalau ia menggauli istrinya, maka ia mencampuri ibunya. Namun dalam madzhab Hanafi yang mana diterangkan oleh Abu Bakar dalam Tafsir Ahkamnya, ia mengatakan bahwa jika istrinya diberikan umpama seperti anggota tubuh ibunya yang boleh dilihat, maka tidaklah dinamakan Zhihar. Permasalahan ini diterangkan lebih mendalam di kitab fiqh.


Sejarah Singkat

Di masa Jahiliyah, ucapan Zhihar sendiri digunakan oleh suami yang memiliki maksud untuk mengharamkan dirinya dalam menggauli istrinya untuk selama-lamanya. Karena hal tersebut menjadi suatu hal yang biasa, maka syari'at Islam datang di tengah-tengah kehidupan masa Jahiliyah untuk memperbaiki, mendidik, dan menyucikan masyarakat menuju kesejahteraan hidup mereka. Datangnya Hukum Islam menjadikan ucapan Zhihar berakibat hukum, yakni Duniawi dan Ukhrawi.

Akibat hukum bersifat Duniawi berarti menjadi haram seorang suami untuk menggauli istrinya yang di-Zhihar hingga suami tersebut melaksanakan kafarat Zhihar (sebagai sebuah bentuk atau jenis penebusan dosa oleh suami) sebagai edukasi baginya agar tidak lagi mengulang perkataan serta sikapnya yang buruk tersebut. Sedangkan akibat hukum yang bersifat Ukhrawi adalah Zhihar merupakan perbuatan dosa, di mana untuk membersihkannya adalah seorang suami wajib untuk bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT karena telah mengucapkan perkataan yang tidak pantas. Hal tersebut dikarenakan secara literal, suami mengatakan bahwa istrinya adalah haram untuk digauli sebagaimana ia haram untuk menggauli ibunya. Dalam hukum Islam, tentunya menjadi sebuah perbuatan terlarang untuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, karena pada dasarnya hanya Allah SWT yang memiliki wewenang dalam menentukan mana yang halal maupun haram di dunia ini.

Surah dalam Al-Qur'an

"Sesungguhnya Allah Telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat. Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih." (Al-Mujadalah : 1 - 4) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun