Mohon tunggu...
Indah suciati
Indah suciati Mohon Tunggu... Lainnya - Bismillah

Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kejahatan Bullying di Kalangan Siswa Perspektif Hukum Pidana Islam

22 November 2020   23:51 Diperbarui: 23 November 2020   00:41 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Secara harfiah, kata Bully berarti menggertak dan mengganggu orang yang lebih lemah. Istilah bullying kemudian digunakan untuk menunjuk perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang lain yang lebih lemah untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental. Bullying bisa berupa kekerasan dalam bentuk fisik contoh (menampar, memukul, menganiaya, menciderai), verbal (mengejek, mengolok-olok, memaki)  dan mental/psikis (memalak, mengancam, mengintimidasi, mengucilkan) atau gabungan di antara ketiganya.

Berdasarkan definisi tersebut, bullying terjadi karena dua hal : pertama, adanya ketidak seimbangan kekuatan antara pelaku bullying yang lebih kuat dan target (korban) yang lebih lemah. Ketidak seimbangan kekuatan ini bisa berupa ukuran badan, kekuatan fisik, jumlah pelaku versus korban, kepandaian berbicara, gender (jenis kelamin), status sosial, dan perasaan lebih superior. Unsur ketidak seimbangan kekuatan dan intensitas yang berulang-ulang inilah yang membedakan bullying dengan bentuk kekerasan lainnya. 

Kedua, adanya penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan tersebut untuk kepentingan pelaku dengan cara mengganggu, menyerang secara berulang kali, atau dengan cara mengucilkan orang lain. Kepentingan tersebut bisa berupa keinginan untuk maenunjukkan kekuasaan atau superioritas, kepentingan ekonomi, atau hanya sekedar memenuhi kepuasan diri melihat orang lain tunduk padanya.(Ahmad Baliyo Eko Prasetyo, journal.uii.ac.id), (Olweus,1993:24).

Dalam aspek Islam, tindakan perundungan disebabkan oleh lunturnya nilai-nilai agama dalam pergaulan pelajar di sekolah. Akhlak siswa telah diracuni oleh sifat individualistis dan hedonistis. 

Pelajar jaman sekarang tidak lagi menghargai perbedaan, toleransi dan saling menghormati. Pelajar jaman sekarang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang diinginkan dan membela kelompoknya secara "membabi buta" tanpa mempertimbangkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Keruntuhan akhlak remaja bukan hanya merusak dirinya sendiri tetapi dapat juga membahayakan orang lain. 

Apabila akhlak seseorang tidak baik maka sikap dan tindakannya cenderung bengis, pemarah, brutal, merusak dan menyakiti siapa saja yang berada di sekitarnya. Hadist yang diriwayatkan oleh Tirmizi, Rasulullah SAW, bersabda bahwa "orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang baik akhlaknya".

Orang yang sudah dewasa dapat dinilai, misalnya, sejauhmanakah orang tersebut dapat memahami tujuan dan akibat daripada perbuatannya. Apabila pelaku jinayah tidak mengetahui atau menyadari tujuan dan akibat daripada perbuatannya, maka orang tersebut masih belum dewasa atau dapat dikatagori sebagai anak-anak di bawah umur yang belum bisa dimintai pertanggungjawabannya. 

Menurut al-Tha'labiy, kategori anak-anak di bawah umur (baligh), apabila seseorang tidak mempunyai sifat, psikologi, pertumbuhan fisik dan intelektualnya yang belum sempurna. Jumhur ulama berpendapat bahwa tindakan jinayah yang dilakukan anak-anak di bawah umur tidak dapat dianggap sebagai suatu kesalahan yang bisa dihukum dengan hukuman qishash, hudud ataupun ta'zir karena anak-anak belum mukalaf atau belum baligh dan berakal, walaupun anak-anak tersebut mengakui kesalahannya. 

Hanya orag yang sudah dewasa saja yang diwajibkan untuk melaksanakan yang diperintahkan, meninggalkan yang dilarang dan orang yang bisa membuat pilihan atau keputusan terhadap suatu permasalahan. Anak-anak yang melakukan jinayah dapat dikenakan hukuman ta'zir seperti hukuman berbentuk pengajaran atau pendidikan (ta'dib), ganti rugi dan diyath. Al-Mawardi juga menisyaratkan bahwa apabila seseorang masih di bawah umur melakukan tindakan jinayah, maka hukuman yang dikenakan adalah hukuman jinayah ta'zir.

Tindakan perudungan yang identik dengan kekerasan baik secara fisik maupun mental yang bisa mengakibatkan korbannya terluka, cacat, tertekan dan bahkan meninggal dunia sangat bertentangan hukum islam. Dalam hukum pidana islam (jinayah), pelaku perundung dapat dikenakan jinayah hudud, qishash dan ta'zir. 

Apabila pelaku perundungan melakukan tindakan pemerasan dan pengambilan harta benda milik korban, maka pelaku dapat dikenakan jinayah hudud. Namun, apabila pelaku perundung melakukan tindakan penganiayaan sehingga mengakibatkan luka-luka atau dapat menghilangkan nyawa korban, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai jinayah qishash. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun