Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bagaimana Memaknai Work, Life, Ibadah Balance

23 Maret 2024   18:16 Diperbarui: 23 Maret 2024   18:27 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Memaknai Work, Life, Ibadah Balance (Sumber: dokumen pribadi)

Tingkatan tertinggi seorang muslim adalah ketika ia sudah mengimani bahwa hidup itu sesungguhnya adalah menunggu waktu-waktu salat. Di dalam masa menunggu itulah, kita mengisinya dengan bekerja, sekolah, bersosialisasi sesama makhluk Allah. Tentunya agar hidup kita berkah, semua perilaku kita di antara waktu-waktu salat tersebut kita usahakan adalah perilaku yang baik-baik saja. Karena perilaku tersebut akan menambah timbangan amal ibadah kita di hari akhir kelak.

Itulah mengapa ada yang bilang bahwa dalam bekerja dan berkehidupan sosial ada nilai ibadahnya. Semua perbuatan kita jika diniatkan ibadah akan menjadi ibadah yang bernilai. Misalnya pergi bekerja dengan tujuan ibadah membantu perekonomian keluarga secara halal. 

Dengan selalu mengingat tujuan bekerja, seseorang tak akan bekerja dengan effort minimal. Tidak akan tenggelam dalam arena gibah antar rekan kantor. Tidak akan berlama-lama melakukan aktivitas lain pada saat jam kerja.

Ia akan takut hasil jerih payahnya atau gajinya nanti tidak berkah. Maka ia akan bekerja dengan baik sesuai tujuan ia bekerja. Insan yang demikian akan produktif berkontribusi dalam pencapaian kinerja kantornya.

Demikian juga dalam bersosialisasi, misalnya membina hubungan baik dengan tetangga selalu disertai dengan niatan ibadah. Selalu tersenyum dan menyapa tiap berpapasan, saling memberikan antaran, tapi tidak pergi ke rumah tetangga dan mengobrol berlama-lama. Ngobrol lama pasti akan menyeret kita dalam gelimang gibah. 

Bagaimana dengan arisan, misalnya, karena saya juga masih ikut arisan lorong. Ya ikut saja secukupnya. Datang, makan, lot arisan, lalu pulang. Kalau ada obrolan mengandung gibah, jika mendengar yang mendengarkan saja tidak usah ikut nimbrung, tapi jika berani minta izin pulang cepat, itu lebih baik lagi.

Bagaimana dengan keikutsertaan di berbagai organisasi dan komunitas? Boleh-boleh saja, tapi kembali tanyakan pada nurani, apa tujuan kita bergabung dengan organisasi atau komunitas tersebut.

Saya misalnya bergabung dengan komunitas penulis dengan tujuan agar bisa menulis dengan baik, lalu kemudian tulisan saya dapat bermanfaat untuk orang lain. Ini tentu mempunyai nilai ibadah, yaitu syiar nilai-nilai yang baik.

Bergabung dengan klub senam misalnya, dengan tujuan mendapatkan badan yang sehat agar dapat menemani anak-anak secara maksimal di rumah. Dengan mengingat tujuan ikut klub senam ini, maka Anda akan fokus saat senam. Tidak akan ikut jalan-jalan kulineran usai senam, karena Anda tahu hal itu bertentangan dengan tujuan Anda.

Kita, manusia, diciptakan dengan tujuan utama untuk menyembah Allah. Telah ditetapkan 5 waktu untuk menyembahNya secara riil. Waktu-waktu yang lain dapat digunakan secara seimbang namun tetap harus mendukung dan tidak melupakan tujuan utama mengapa kita diciptakan.

Salah juga jika kita kemudian memutuskan untuk terus-menerus beribadah. Di kantor, ibadah terus tak jemu-jemu. Salat dhuha berlama-lama lalu ngaji. Ingat salat dhuha dan ngaji itu ibadah sunnah, jangan sampai mengalahkan ibadah wajib yaitu bekerja sesuai kontrak yang sudah Anda teken ketika Anda masuk kantor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun