Bulan Desember 2021 lalu, kami sekeluarga berkesempatan untuk pergi ke kampung halaman suami. Ini bukan hal yang biasa, karena selama hampir 19 tahun pernikahan kami, saya dan anak-anak belum pernah menginjak Desa Watang Cani. Desa Watang Cani adalah kampung halaman di mana suami dilahirkan, sedangkan kami biasanya pergi ke kampung halaman tempat suami dibesarkan yaitu Desa Pamussureng.
Bagaimana, apakah nama-nama desa yang saya sebut terasa asing? Tentu saja bagi yang belum pernah menginjak Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Bone, nama-nama itu akan terasa asing. Kedua desa tersebut berada di Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone - sekitar 4 jam perjalanan dari Kota Makassar.
Desa Watang Cani sendiri sebenarnya tidak terlalu jauh, karena berada di perbatasan Kabupaten Bone dan Kabupaten Maros (Kabupaten Maros berbatasan langsung dengan Kota Makassar). Terasa jauh karena akses menuju desa sebagian masih berupa jalanan batu dan berbukit, sehingga diperlukan kendaraan yang dapat beroperasi di kondisi jalan yang buruk.
Sebelum pergi ke Watang Cani, anak-anak kami kondisikan dulu bahwa mereka akan tinggal di sebuah desa yang tidak memiliki jaringan internet. Â Anak-anak sempat protes namun masih mau nurut dan siap untuk puasa internetan selama dua hari satu malam.
Kami menggunakan kendaraan sewa yang biasa masuk ke Watang Cani, dan sampai di sana sekitar asar. Kami tinggal di rumah Nenek Juk. Atau saya biasa memanggilnya Tante Juk. Ia adalah adik dari almarhum bapak mertua. Rumah yang ditempati Tante Juk adalah rumah warisan dari kedua orangtuanya. Di rumah itulah dulu, ayah dari suami atau kakeknya anak-anak tumbuh.
Kakek dari suami atau buyutnya anak-anak, dulunya adalah pedagang. Dia membeli hasil bumi dari desa setempat dan menjualnya ke kota. Beberapa rumah di sekitar rumah Tante Juk adalah milik keluarga. Semua telah dibagi untuk alm bapak mertua dan saudara-saudaranya termasuk Tante Juk.
Suami menunjuk sebuah rumah di seberang rumah Tante Juk dan bercerita bahwa dulu saat ayahnya sudah mandiri lalu menikah, di rumah seberang itulah mereka tinggal (sekarang sudah ditinggali orang lain). Suami dan saudara-saudaranya lahir di rumah tersebut. Mereka pindah ke Pamussureng saat mertua harus bertugas di kantor kecamatan di Pamussureng. Bapak mertua dulu seorang sekretaris camat.
Esok harinya saya dan suami mengajak anak-anak berkeliling melihat-lihat kondisi di Desa Watang Cani. Inilah desa leluhur. Saya ingin anak-anak melihat desa di mana akar mereka berada. Tanpa orang-orang di desa ini, tanpa buyut mereka yang merintis desa ini, mereka tidak akan ada.