Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Data Usai, Cara Membasmi Cecak Jadi Cerita: Wajah Lain Kebersamaan Desa

2 Oktober 2025   20:06 Diperbarui: 2 Oktober 2025   20:06 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obrolan soal resep tradisional ini memunculkan nostalgia. Banyak yang teringat kebiasaan orang tua zaman dulu, saat obat semprot kimia belum akrab di desa. Bagi sebagian orang, membasmi cecak bukan sekadar soal kebersihan, tapi juga melestarikan cara-cara lama yang diwariskan lintas generasi.

Jurus Kreatif dan Bonus Unik: Dari Air Cabai hingga Ketapel Cecak

Tidak semua cara terdengar klasik. Seorang pemuda mengaku pernah mencoba jurus modern: membuat semprotan air cabai. Cabai dihaluskan, dicampur air, lalu dimasukkan botol semprot bekas pembersih kaca. “Begitu kena, cecaknya langsung kabur,” katanya bangga. Obrolan pun pecah lagi oleh tawa dan komentar jahil.

Ada pula ide kreatif lain: menggunakan cangkang durian. Katanya, cukup letakkan di dekat pintu atau ventilasi. Bau menyengatnya dianggap ampuh membuat cecak menjauh. “Sekalian biar maling juga ogah masuk,” celetuk seorang bapak, membuat ruangan kembali riuh.

Lalu datanglah bonus cara unik khas orang desa yang dibicarakan penuh canda. Ada yang menaruh bulu ayam di dinding atau dekat lampu. Katanya, cecak akan mengira ada predator sehingga takut mendekat. “Walau kadang bulunya malah beterbangan kena kipas angin,” ujar seorang ibu, disambut gelak tawa.

Tak kalah heboh, muncul cerita anak-anak desa yang membuat senjata ketapel karet gelang. Sambil bermain, mereka berburu cecak di dinding. “Sekali tembak bisa kena dua,” kata seorang bapak, bangga atas kreativitas bocah desa. Dan tentu saja, forum bapak-bapak menutup ide dengan lelucon khas: “Udah, bikin lomba berburu cecak aja sekalian, biar rame.”

Ketika Cecak Jadi Wajah Kebersamaan Desa

Perbincangan panjang tentang cecak itu membuat suasana balai desa hangat. Tak ada lagi jarak antara bapak, ibu, maupun pemuda desa. Semua larut dalam cerita ringan. Satu topik sederhana berhasil memecah kebekuan selepas rapat data yang biasanya kaku dan melelahkan.

Dari sekadar binatang kecil di dinding, cecak menjelma bahan perekat sosial. Ide membasmi cecak menjadi pintu masuk untuk berbagi pengalaman, bernostalgia, sekaligus bercanda bersama. Kebersamaan itu lahir bukan karena program resmi, tapi dari tawa yang dibangun di sela hujan sore.

Salah seorang ibu berkomentar lirih, “Kalau semua masalah bisa diselesaikan dengan tawa begini, hidup di desa lebih indah.” Ucapan itu diamini banyak orang. Memang, bukan hasil evaluasi data yang paling dikenang sore itu, melainkan cerita soal cara membasmi cecak.

Ketika hujan akhirnya reda dan mereka bersiap pulang, obrolan pun menyisakan senyum. 

Si cecak mungkin tetap saja berlarian di dinding rumah, tapi kisah tentang cara membasminya sudah lebih dulu menghadirkan kehangatan. Wajah lain kebersamaan desa justru tampak dari cerita kecil seperti ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun