Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjaga Perasaan, Menyelamatkan Generasi Desa

30 September 2025   16:47 Diperbarui: 30 September 2025   21:29 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Desa Pengembur, H. Mohamad Sulton, S.Pd. saat kegiatan Rembuk Stunting. (Sumber: Dokumen Pribadi)

 

Di tengah wacana besar tentang pembangunan desa, kerap kali kita melupakan hal-hal kecil yang justru menentukan kualitas kepemimpinan. Sebuah gestur sederhana bisa menjadi cermin nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini terlihat dalam forum rembuk stunting di Desa Pengembur, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.

Saat usai kegiatan rembuk stunting, kepala desa tampak menolak difoto ketika sedang menikmati nasi kotak yang disajikan panitia. Ia menuturkan bahwa dirinya memang kerap menolak difoto saat sedang makan. Alasannya sepele, namun sarat makna: menjaga perasaan warganya.

Dari sikap kecil itu, kita belajar bahwa pembangunan tidak hanya berbicara tentang angka statistik atau proyek infrastruktur. Lebih jauh, pembangunan juga berkaitan dengan martabat manusia, rasa keadilan sosial, serta kepekaan seorang pemimpin terhadap kondisi nyata yang dialami warganya.

Simbolisme di Balik Meja Makan

Gestur menolak difoto saat makan sesungguhnya adalah bentuk kritik halus terhadap budaya flexing (pamer) yang marak di media sosial. Bagi warga yang sedang berjuang secara ekonomi, melihat pemimpinnya makan dengan santai bisa menimbulkan jarak emosional yang tak kasatmata.

Dalam budaya Sasak, dikenal ungkapan “Araq ngengat, araq nganget” — ada orang yang hanya bisa melihat orang lain makan, namun tak mampu ikut menikmatinya. Pepatah ini menegaskan betapa sensitifnya persoalan meja makan bagi masyarakat yang sedang berjuang hidup.

Dengan menahan diri dari publikasi pribadi, kepala desa justru memperlihatkan kepekaan sosial. Ia memilih menyatukan diri dengan warganya, bukan sekadar lewat pidato, tetapi melalui tindakan kecil yang menyentuh. Inilah kepemimpinan simbolik yang sering terlupakan dalam perbincangan pembangunan.

Dalam konteks rembuk stunting, sikap itu semakin bermakna. Ketika forum membicarakan gizi anak-anak, pemimpin desa memperlihatkan bahwa menjaga martabat warga bisa dimulai dari ruang sederhana. Dari meja makan, lahir teladan etis yang menumbuhkan rasa kebersamaan di tengah masyarakat.

Kepemimpinan dari Hal-Hal Sehari-hari

Apa yang diperlihatkan kepala desa Pengembur adalah wajah kepemimpinan yang jarang mendapat sorotan. Ia tidak sekadar mengumbar target penurunan stunting, tetapi memperlihatkan kepekaan lewat sikap sehari-hari yang membekas pada warga. Itulah kekuatan kepemimpinan berbasis empati.

Kepekaan ini berlanjut pada kebijakan. Usulan peraturan desa tentang tabungan melahirkan, misalnya, menunjukkan keberanian mengambil langkah nyata. Dengan tabungan itu, orang tua dipersiapkan sejak dini untuk kelahiran anak, sehingga tidak ada bayi yang lahir dalam kondisi serba kekurangan.

Langkah tersebut menegaskan bahwa pembangunan desa bisa berangkat dari ide-ide lokal. Tidak selalu infrastruktur besar, melainkan kesadaran sederhana yang lahir dari pengalaman warga. Pemimpin yang mau mendengarkan warganya mampu menjahit gagasan kecil menjadi kebijakan berjangka panjang.

Kisah di Desa Pengembur memberi kita cermin bahwa kepemimpinan bukanlah perkara besar semata. Justru, ia berawal dari hal-hal sehari-hari: dari bagaimana pemimpin menjaga perasaan rakyatnya hingga bagaimana ia menyiapkan masa depan generasi baru.

Menyemai Harapan, Membangun Masa Depan

Pembangunan desa kerap dipersempit pada urusan fisik: jalan, jembatan, atau pasar. Padahal, pembangunan yang sejati adalah menjaga martabat manusia. Itulah yang dipraktikkan di Desa Pengembur, ketika pemimpin memilih menahan diri demi menjaga perasaan warganya.

Dari langkah sederhana itu, terbangun rasa kebersamaan. Dari tabungan melahirkan, lahir komitmen jangka panjang untuk menyelamatkan generasi. Inilah benih pembangunan yang sebenarnya: berpihak pada warga, bukan sekadar mengejar angka statistik di papan laporan pemerintah.

Harapan ke depan jelas: desa bebas stunting bukan sekadar mimpi. Kepekaan sosial yang ditunjukkan pemimpin desa menjadi fondasi penting. Jika sikap sederhana itu dipadukan dengan kebijakan nyata, maka pembangunan desa akan berakar kuat pada keadilan dan empati sosial.

Generasi mendatang pun memiliki peluang tumbuh sehat sekaligus bermartabat. Inilah cita-cita bersama yang seharusnya tidak berhenti pada wacana, tetapi terus dihidupi oleh pemimpin di semua tingkatan. Dari desa hingga pusat, keberpihakan nyata menentukan arah pembangunan bangsa.

Dari Desa Pengembur, kita belajar bahwa kepemimpinan sejati lahir dari kepekaan hati. Menjaga perasaan warga adalah langkah pertama menyelamatkan generasi. Sebuah pelajaran sederhana, namun relevan bagi arah pembangunan desa di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun