Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Seberapa Dekat Pejabat Kita dengan Buku?

27 September 2025   22:34 Diperbarui: 27 September 2025   22:34 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Pejabat kosong. (Sumber: Gemini AI)

Membicarakan hubungan pejabat dengan buku seringkali memunculkan ironi. Di satu sisi, literasi diyakini sebagai dasar kepemimpinan yang kokoh. Di sisi lain, pengalaman politik kita justru menunjukkan bahwa kedekatan dengan bacaan belum menjadi syarat utama mencapai kursi kekuasaan.

Banyak tokoh besar dunia lahir dari tradisi membaca. Mereka meminjam gagasan dari halaman-halaman buku guna merumuskan kebijakan. Namun di negeri ini, kisah seorang pejabat tinggi yang secara terang-terangan mengaku tidak suka membaca, tetapi tetap sukses menapaki jabatan tertinggi, membuka ruang renungan mendalam.

Literasi dan Bayangan Kepemimpinan

Kepemimpinan sering dipandang sebagai hasil dari bakat alami, jaringan sosial, dan strategi politik yang lihai. Namun di luar negeri, bacaan justru dianggap bekal penting. Banyak presiden, perdana menteri, hingga pemimpin bisnis besar yang menjadikan buku sebagai laboratorium berpikir mereka.

Barack Obama misalnya, dikenal sebagai pembaca serius. Selama masa kepresidenannya, ia kerap membagikan daftar bacaan tahunannya. Baginya, buku adalah cara memahami kerumitan dunia dan menyerap perspektif berbeda. Pandangannya yang luas tidak lahir semata dari pengalaman, melainkan juga dari bacaan beragam.

Contoh lain datang dari Xi Jinping, Presiden Tiongkok, yang sejak muda terbiasa membaca karya klasik maupun teori politik. Ia menjadikan bacaan sebagai rujukan dalam pidatonya, memperlihatkan bahwa literasi bukan sekadar hobi pribadi, melainkan sumber legitimasi intelektual di ruang politik.

Bahkan di Jerman, Angela Merkel memperlihatkan hal serupa. Latar belakang ilmiahnya yang ditempa dari bacaan serius membentuk gaya kepemimpinan yang rasional. Ia mengambil keputusan dengan pertimbangan matang, memperlihatkan bagaimana literasi bisa menyatu dengan praktik politik tanpa kehilangan kedalaman.

Namun publik di negeri ini tampaknya lebih terpesona pada kelihaian politik ketimbang kedalaman pengetahuan. Ketika kemampuan lobi dan retorika lebih dihargai, buku kerap tergeser dari meja kerja pejabat. Ironi ini menyimpan pertanyaan serius tentang arah kepemimpinan kita.

Politik tanpa Buku

Di Indonesia, politik sering kali tidak membutuhkan legitimasi intelektual berbasis bacaan. Seorang politisi bisa saja mencapai posisi tinggi melalui kelihaian membangun jaringan, menjaga loyalitas, dan memainkan simbol. Buku tidak selalu hadir dalam perjalanan itu menuju kekuasaan.

Kondisi ini berpotensi melahirkan kepemimpinan yang pragmatis. Tanpa bacaan yang memadai, keputusan mudah terjebak pada kepentingan sesaat. Pemimpin lebih sibuk menghitung kalkulasi politik dibanding menggali gagasan dari tradisi pengetahuan yang telah teruji oleh sejarah panjang bangsa-bangsa lain.

Memang ada pejabat yang menulis buku, baik memoar maupun gagasan politik, yang sekilas menunjukkan kedekatan dengan literasi. Akan tetapi, publik kerap bertanya-tanya: benarkah karya itu lahir dari kedalaman bacaan mereka, atau sekadar hasil tim penulis bayangan demi kebutuhan pencitraan politik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun