Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ekonomi Haji dari Desa: Antara Kopiah Kediri dan Mukena Tiongkok

14 September 2025   14:00 Diperbarui: 15 September 2025   19:59 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
H. Zaki salah seorang produsen kopiah haji Kediri, Lombok Barat (Sumber: Kompas.com/IDHAM KHALID)

Kementerian Haji dan Umrah yang baru terbentuk membawa harapan besar bagi penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Namun, di balik urusan diplomasi dan layanan jamaah, terdapat dimensi ekonomi yang belum banyak dibicarakan: bagaimana desa bisa menjadi hulu rantai suplai haji nasional.

Contoh nyata dapat dilihat di Desa Kediri, Lombok Barat. Desa ini dikenal sebagai sentra produksi songkok haji yang khas, dipelopori oleh H. Zaki yang menciptakan ratusan motif unik, mulai dari motif batik hingga tenun Sasak. Produk seperti ini berpotensi masuk ke pasar nasional.

Jika kementerian serius memberi ruang, desa-desa penghasil perlengkapan haji bisa menjadi penyedia resmi kebutuhan jamaah. Kopiah, mukena, sajadah, hingga batik bernuansa religi dapat diproduksi secara massal dengan sentuhan khas lokal. Ekonomi haji pun berakar pada masyarakat desa.

Persoalannya, hingga kini desa masih dipandang sebatas penonton. Produk desa memang dipasarkan di toko oleh-oleh haji, tetapi jarang masuk rantai distribusi resmi. Padahal, jika kementerian mengintegrasikan desa sebagai mitra strategis, dampaknya jauh melampaui sekadar pelayanan ibadah.

Tantangan Produk Lokal versus Produk Impor

Realitas yang harus dihadapi desa cukup keras. Perlengkapan haji yang beredar di Indonesia masih didominasi produk impor, terutama dari Tiongkok. Mukena, sajadah, tas koper, bahkan sebagian besar aksesoris haji diproduksi di luar negeri dengan harga murah yang sulit disaingi produk desa.

Di pasar, jamaah lebih memilih produk impor karena harganya lebih rendah meski kualitasnya biasa saja. Sementara produk desa, seperti kopiah Kediri atau mukena bordir lokal, cenderung lebih mahal akibat biaya produksi tinggi. Tanpa proteksi kebijakan, desa sulit bertahan.

Ini menjadi dilema klasik ekonomi desa: kualitas tinggi tetapi kalah di harga. Produk lokal mengandung nilai budaya, tradisi, bahkan religiusitas, tetapi berhadapan dengan logika pasar global. Di sinilah kementerian baru seharusnya tidak hanya berpikir soal kuota jamaah, tetapi juga ekosistem ekonomi.

Jika kementerian hanya fokus pada urusan diplomasi dengan Arab Saudi, desa kembali ditinggalkan. Padahal, peluang terbesar ada di dalam negeri: menciptakan rantai suplai nasional yang menyerap produk desa. Kebijakan afirmatif bisa menjadikan perlengkapan haji berbasis lokal sebagai kebanggaan nasional.

Strategi Peningkatan Daya Saing Desa

Untuk mendorong desa masuk rantai suplai nasional, setidaknya ada tiga langkah strategis. Pertama, standarisasi produk lokal. Songkok, mukena, atau batik desa harus memenuhi syarat kualitas internasional, baik dari sisi bahan, kenyamanan, maupun estetika. Kementerian bisa menyiapkan panduan mutu nasional.

Kedua, insentif fiskal dan subsidi bahan baku. Desa sering kesulitan karena harga bahan baku lebih mahal dibanding pabrik besar di luar negeri. Dengan keringanan pajak atau subsidi kain dan benang, harga produk desa bisa lebih kompetitif tanpa mengorbankan kualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun