Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Rembuk Stunting: Kolaborasi Desa Kopang Rembiga Menuju Generasi Sehat dan Tangguh

7 Agustus 2025   07:57 Diperbarui: 7 Agustus 2025   07:57 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana rembuk stunting DEsa Kopang Rembiga (04/08/2025). (Sumber: Dokpri)

Senin pagi, 4 Agustus 2025, aula desa Kopang Rembiga dipenuhi beragam unsur masyarakat. Dari Puskesmas, Kepala Desa, perangkat desa, hingga kader PKK dan kelompok rentan hadir. Sebuah pertemuan penting digelar: rembuk stunting tahunan.

Di tengah iklim yang kian tidak menentu, persoalan gizi anak tetap menjadi prioritas pembangunan. Desa sebagai garda terdepan memikul tanggung jawab besar dalam mencegah stunting sejak dini. Itulah yang menjadi semangat utama pertemuan hari itu.

Dalam kegiatan tersebut, narasumber menyampaikan materi berjudul Stunting 0, SDGs Desa Tercapai: Kolaborasi Menuju Desa Sehat”, yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor sebagai langkah strategis untuk mewujudkan generasi desa yang lebih sehat dan masa depan yang berkelanjutan.

Rembuk stunting bukan sekadar rapat. Ia adalah ruang kolektif untuk merenungkan arah, menyusun strategi, dan mengonsolidasikan kekuatan desa. Di sinilah setiap suara dihargai dan dijadikan dasar langkah ke depan.

Materi “Stunting 0, SDGs Desa Tercapai: Kolaborasi Menuju Desa Sehat”, yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. (Sumber: Dokpri)
Materi “Stunting 0, SDGs Desa Tercapai: Kolaborasi Menuju Desa Sehat”, yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. (Sumber: Dokpri)

Kegiatan ini membuktikan bahwa desa bukan lagi objek pembangunan, tetapi subjek yang aktif mengambil keputusan penting bagi warganya. Stunting pun kini tidak lagi dianggap urusan sektor kesehatan semata.

Stunting: Masalah Multisektor, Solusi Kolaboratif

Stunting bukan hanya tentang kurangnya asupan gizi. Ia berkelindan dengan kemiskinan, sanitasi yang buruk, rendahnya kualitas pengasuhan, hingga akses terhadap layanan dasar. Inilah mengapa penyelesaiannya pun harus lintas sektor.

Dalam forum rembuk stunting ini, hadirnya Kader Pembangunan Manusia (KPM), PKK, hingga kelompok rentan bukan tanpa alasan. Mereka adalah pelaku utama dalam rantai pencegahan dan pengentasan stunting yang nyata di lapangan.

Menurut pemaparan perwakilan dari Puskesmas, angka stunting di Desa Kopang Rembiga saat ini tercatat sebesar 10,2 persen, sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata stunting Kabupaten Lombok Tengah yang berada di angka 10 persen. Ini menjadi sinyal peringatan bagi semua pihak.

Penting dicatat, peran pemerintah desa sangat menentukan dalam keberhasilan penanganan stunting. Dari pengalokasian anggaran dalam APBDes hingga integrasi program melalui RKPDes, semuanya harus selaras dan berorientasi pada kebutuhan riil warga.

Melalui pendekatan kolaboratif, stunting tak hanya bisa ditekan, tetapi juga menjadi jalan pembuka menuju pencapaian SDGs Desa. Karena generasi sehat adalah pondasi dari pembangunan yang berkelanjutan.

RKPDes sebagai Peta Jalan Penurunan Stunting

Salah satu hasil utama dari rembuk stunting di Desa Kopang Rembiga adalah dirumuskannya sejumlah usulan untuk dimasukkan dalam RKPDes 2026. Ini menandakan pentingnya kebijakan berbasis musyawarah sebagai basis perencanaan pembangunan.

RKPDes bukan lagi sekadar dokumen administratif, tetapi telah menjadi peta jalan strategis bagi desa dalam menjawab tantangan lokal, termasuk stunting. Dengan begitu, program tidak lagi bersifat seremonial, tapi solutif dan berdampak nyata.

Proses integrasi program penurunan stunting ke dalam RKPDes juga menunjukkan keberhasilan pendekatan partisipatif. Ketika warga ikut menyusun, mereka ikut merasa memiliki. Dan ketika memiliki, mereka ikut menjaga.

Langkah ini juga membuka ruang evaluasi tahunan yang jelas. Program-program yang tertuang dalam RKPDes dapat dimonitor dan dievaluasi efektivitasnya secara berkala. Akuntabilitas menjadi lebih terukur, dan keberhasilan bisa dilacak dengan jelas.

Para peserta rembuk stunting dari kalangan perempuan (Sumber: Dokpri)
Para peserta rembuk stunting dari kalangan perempuan (Sumber: Dokpri)

RKPDes 2026 Desa Kopang Rembiga diharapkan menjadi contoh praktik baik. Bahwa sebuah dokumen perencanaan desa dapat mencerminkan kepedulian sosial, semangat gotong royong, dan keberpihakan terhadap anak-anak desa.

Menuju Desa Sehat, Mandiri, dan Tangguh

Rembuk stunting yang dilaksanakan kemarin bukan akhir, melainkan titik tolak dari gerakan desa sehat yang lebih luas. Ia menjadi simbol bahwa perubahan besar bisa dimulai dari ruang-ruang kecil di desa.

Komitmen yang lahir dari rembuk harus diikuti dengan pelaksanaan yang konsisten. Kader harus terus diberdayakan, layanan posyandu harus ditingkatkan, dan keluarga harus didampingi secara berkelanjutan. Stunting hanya bisa diberantas lewat kerja kolaboratif dan kesungguhan semua pihak.

Dalam konteks pencapaian SDGs Desa, pencegahan stunting berada di simpul penting. Karena sehat adalah prasyarat bagi pendidikan, produktivitas, dan kesejahteraan. Tanpa itu, pembangunan akan selalu timpang dan rapuh.

Desa Kopang Rembiga telah menunjukkan bahwa komitmen itu ada. Kini, tinggal bagaimana keberlanjutan gerakan ini dijaga. Rembuk stunting telah menyalakan obor harapan: menuju desa yang sehat, mandiri, dan tangguh menghadapi masa depan.

Karena sejatinya, pembangunan desa bukan hanya soal infrastruktur atau angka statistik. Tetapi tentang bagaimana anak-anak tumbuh dengan sehat, cerdas, dan bahagia—mewujudkan masa depan yang lebih baik dari hari ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun