Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tajam ke Bawah Namun Tumpul ke Diri Sendiri: Otokritik di Tengah Dilema Administrasi Data

23 Mei 2025   08:08 Diperbarui: 23 Mei 2025   08:08 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan lebih parah, Ketika seorang TPP menyuarakan kritik terhadap sistem, acap kali ia dicap sebagai provokator, pembangkang, atau diberi label negatif lainnya. Tak jarang pula ia dihadapkan pada ancaman evaluasi kinerja yang merugikan. Padahal, niat utamanya adalah mendorong perbaikan dalam pelaksanaan kebijakan. Dalam suasana yang enggan menerima kritik, siapa lagi yang berani menyuarakan kebenaran? Jangan sampai kita yang justru bertugas mengawal proses demokrasi di desa, malah menutup ruang demokrasi dalam lingkup kerja kita sendiri. 

Lalu, mengapa kebijakan tidak kita mulai dari proses mendengarkan, alih-alih memaksakan kehendak dari atas? Apakah sedemikian sulitnya membuka ruang untuk mendengar aspirasi? Mengapa tidak memberi tempat bagi dialog yang terbuka dan demokratis sebelum merumuskan aturan secara sepihak? Mengapa kita terus berlindung di balik kekuasaan, dan menyusun kebijakan secara top-down yang lebih menekankan kontrol daripada memberdayakan? 

Saatnya Otokritik Dilakukan

Otokritik bukan tanda kelemahan, tapi tanda dewasa. Kita perlu mengakui bahwa selama ini birokrasi pembangunan desa terlalu elitis. Terlalu percaya pada laporan atas, dan terlalu abai terhadap suara bawahan—dan cenderung dicurigai. Sistem administrasi kita butuh pembaruan—bukan hanya teknologi, tetapi juga etika dan empatinya.

Mari kita mulai membangun kembali prinsip bahwa orang lebih penting dari angka. Pendamping desa bukan sekadar operator sistem, tapi manusia dengan kapasitas, komitmen, dan akal sehat. Jangan biarkan sistem menindas mereka yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan desa.

Seperti diingatkan oleh Syahrizal, dkk. dalam Reformasi Birokrasi di Indonesia: Perspektif Kelembagaan dan Manajerial (2020), reformasi birokrasi bukan sekadar menyusun struktur baru, tapi membangun kultur baru—di mana komunikasi dua arah, transparansi, dan penghargaan atas kerja nyata menjadi pilar utamanya.

Bila tidak, kita akan terus melahirkan kebijakan yang tak menyentuh realita. Kita akan terus gagal memahami desa dan mereka yang terus-menerus mendampinginya. Karena kita lebih sibuk membaca data-data kering ketimbang mendengar cerita mereka yang berpeluh, yang pada akhirnya berujung pada institusi yang tajam ke bawah, tapi tumpul ke diri sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun