Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jejak Ekonomi Hijau Haji Imtihan: Dari Reseller Hingga Perjalanan Ke Mekah

11 April 2025   18:29 Diperbarui: 13 April 2025   09:07 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haji Mohamad Imtihan dan Isterinya Hajjah Zubaedah Satar (Sumber: Dokumen pribadi)

Sebagian orang berdagang hanya untuk mencari untung. Tapi tidak demikian dengan Haji Mohamad Imtihan. Ia berdagang juga untuk menghidupkan ekonomi banyak orang. Bagi lelaki bersorban ini, perdagangan adalah laku sosial yang dijalani dengan nilai dan pertimbangan moral.

Tuaq Nahar, salah satu pedagang kecil di desanya, mengenang Imtihan bukan hanya sebagai tempat kulakan. Ia menyebutnya guru, bukan karena mengajarkan ilmu agama, tetapi karena membukakan jalan ekonomi untuk orang kecil seperti dirinya.

Haji Imtihan itu bukan cuma tempat saya ambil barang,” kenang Tuaq Nahar. “Beliau itu guru dalam diam. Cara beliau berdagang, jujur dan sabar, mengajarkan saya lebih dari sekadar cari untung. Beliau membukakan jalan, bukan sekadar memberikan barang.”

Konsep reseller, yang kini menjadi istilah jamak di era digital, telah lama dipraktikkan Imtihan secara sederhana. Ia memulainya dari keluarga sendiri, lalu tetangga sekitar. Barang seperti sarung, sandal, hingga kebutuhan rumah tangga bisa diambil dan dibayar belakangan.

Modal tidak menjadi penghalang untuk berdagang. Kepercayaanlah yang menjadi jaminan. Imtihan menyediakan barang untuk dijual kembali dengan konsep bagi hasil, tanpa bunga, tanpa tekanan. Semua dijalani dengan dasar niat baik dan tanggung jawab masing-masing.

Sistem ini membuat banyak orang punya kesempatan ikut memutar roda ekonomi, bahkan dari rumah. Mereka tak perlu toko atau etalase. Cukup membawa barang dan menjajakan dari pintu ke pintu. Skema ini menjadi penyambung hidup bagi banyak keluarga.

Bahkan hingga tahun 1990-an, masih ada yang belum mengembalikan barang atau bagi hasil kepada Imtihan. Namun ia tidak marah. Ia justru mengutus anak-anaknya untuk menagih barang yang sesuai kebutuhan mereka, bukan dalam bentuk uang.

Jika si anak butuh sandal, maka ia disuruh mengambil ke rumah si A yang dulu mengambil sandal dari sang ayah. Hubungan ekonomi dijalani seperti jaringan sosial yang hidup, bukan hanya sebagai angka-angka dalam buku catatan.

Transaksi baginya bukan perkara nominal. Tapi soal kejelasan akad dan kepercayaan. Ia tidak mau menerima uang sebagai ganti barang, jika sejak awal baranglah yang dijadikan dasar utang. Ia menolak riba, bahkan dari bentuk paling samar sekalipun.

Imtihan meyakini bahwa ekonomi harus dijalankan secara bersih, tanpa beban moral. Transaksi tak boleh mengandung ketidakjelasan, karena akan menyisakan keraguan. Ia memegang teguh prinsip ini bahkan dalam kondisi terdesak sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun