Sebersikeras apa pun seseorang menunjukkan diri sebagai mentor, tetap ada celah dalam kedalaman dugaan. Dunia pemberdayaan bergerak begitu cepat. Hari ini seseorang berbagi pengalaman, besok lusa ia belajar dari orang lain. Perubahan peran itu nyata, dan dalam dunia pemberdayaan, hal tersebut bukanlah sesuatu yang aneh.
Sebagaimana sering disampaikan oleh para senior, siklus ini menjadi bagian dari ekosistem yang dinamis. Kecepatan perubahan dalam program-program pembangunan berbasis masyarakat menuntut fleksibilitas.Â
Tidak ada posisi permanen. Semua bisa bergeser tergantung konteks, kebutuhan, dan kesiapan individu untuk terus beradaptasi.
Konsep ini sejalan dengan gagasan Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed (1970). Ia menekankan bahwa dalam pendidikan dan pemberdayaan, tidak ada hubungan hierarkis mutlak.Â
Setiap individu adalah subjek yang bisa belajar dan mengajarkan. Pemberdayaan bukan sekadar transfer ilmu dari yang "tahu" kepada yang "tidak tahu", melainkan dialog yang saling memperkaya.
Dinamika ini terasa dalam berbagai program pembangunan desa. Saat menghadiri peresmian Taman Fantasi dan Homestay yang didanai Dana Desa (DD), semangat gotong royong tampak jelas.Â
Warga tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga pelaku utama dalam proses pembangunan. Program ini bukan sekadar proyek fisik, melainkan upaya bersama untuk meningkatkan daya tarik desa sebagai destinasi wisata berbasis komunitas.
Dari perspektif ekonomi desa, inisiatif ini sejalan dengan konsep ekonomi berbasis aset (asset-based community development). Kretzmann dan McKnight (1993) dalam Building Communities from the Inside Out menekankan pentingnya memanfaatkan potensi lokal sebagai titik awal pembangunan. Desa tidak perlu menunggu investasi besar dari luar. Sumber daya yang ada dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Namun, keberhasilan pembangunan desa tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan dana atau infrastruktur. Perencanaan yang matang menjadi kunci.Â
Dalam hal ini, penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) menjadi proses krusial. Dokumen ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan peta jalan pembangunan lima tahun ke depan.