Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Pengasuh Ponpes Rumah Tahfidz Rahmat Palembang

Jurnalis, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, dan sekarang mengelola Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Rahmat Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bintang Emon dan Wudhu Nasional

21 Juni 2020   00:55 Diperbarui: 21 Juni 2020   00:52 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika mendapat teguran itu, Imam harus tunduk dan wajib menuruti makmum. Tujuannya demi menjaga stabilitas shalat agar jamaah tidak rusak akibat kesalahan imam. Makanya, Imam harus tunduk dan patuh terhadap makmum.

Tak peduli, siapa makmumnya. Apakah orang muda atau orang tua. Semua punya hak sama untuk menegur imam yang salah. Sekali lagi, ini diatur dalam fiqh untuk menjaga agar shalat jamaah tidak rusak. Sebab rusaknya imam akan merusak semuanya.

Bahkan, bila di tengah perjalanan shalat kemudian Imam batal, maka sang Imam harus mengambil posisi di pinggir dan salah satu makmum di belakangnya harus segera mengganti menjadi imam, agar shalat jamaah tidak rusak.

Imam yang batal harus sadar diri. Imam yang salah juga harus mau ditegur makmum, tak peduli umur berapa yang menegur. Jangan melihat yang menegur tapi lihatlah isi teguran itu.  Undhur Ma kola Wala Tandhur Man-Kola. (Lihat apa yang dikatakan, bukan melihat siapa yang berkata).

Trend tegur menegur, kritik mengeritik ini di era digital sudah demikian bebas disampaikan oleh sejumlah pihak.  Bahasanya macam-macam. Ada yang santun, ada yang setengah santun, ada yang mengejek, meledek, ada yang menghujat, ada yang mencaci, memaki, dan dengan bahasa yang sangat variatif.

Tak ayal, sejumlah pihak, termasuk juga para petinggi negara, agak kegerahan dengan deretan kritik dari netizen, dan warga di negeri Pancasila ini. Satu hal yang kemudian dilakukan oleh pemerintah adalah membuat aturan dengan udang-undang, yang diduga untuk menjerat para pengkritik kebijakan, satu diantaranya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE. Tuduhannya bisa macam-macam, apakah itu pengihnaan atau pencemaran nama baik.

Sejak undang-undang ini diberlakukan korban pun berjatuhan. Sebagian masuk bui gara-gara melakukan kritik terhadap kebijakan negara, sekali lagi apakah dituduh melakukan penghinaan atau pencemaran nama bak seseorang, atau nama baik terhadap simbol negara, apakah presden, menteri, kepala daerah dan jajarannya para pengelola negara.

Saat ini, kita tidak punya lagi dialektika ala KH Agus Salim dan Gus Dur, yang membalas kiritk tajam dengan dengan argumentasi segar yang mencerdaskan.

Kritik, teguran atau, masukan sekalipun, yang diniatkan untuk membangun, diniatkan untuk memperbaiki sistem sekalipun, kalau ternyata kiritk itu akan merusak "kemapanan kedholiman tersistem yang dibangun oleh mavia dan penghianat negara, dipastikan akan kena hujatan, kena serangan balik bertubi-tubi, termasuk dari dari para buzer pengejar rupiah, yang sengaja dibentuk oleh para pengelola penghianat negara.

Jadi pesan moral tegur menegur antara makmum dan imam dalam masjid, hanya berlaku di dalam masjid dan mushola. Tetapi tidak bisa diterpkan di negeri ini.

Kalau ada makmum, sebagai simbol rakyat menegur imam sebagai simbol pimpinan dan pegeng kebijakan negara, maka si imam tetap keukeh, berdiri tak mau mangaku kalau si imam sudah salah atau batal, meskipun makmum sudah berteriak-teriak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun