Di tengah lahan kering tanah Bulaeng, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, di tengah padang-padang yang menanti air hujan, di tengah hamparan sawah yang membentang luas, terdapat pribadi hebat yang menjadi inspirasi bagi zamannya.
Ia adalah warga biasa yang tak dikalahkan oleh keadaan. Ia menjadi simbol bagi mereka yang mendedikasikan diri untuk orang banyak. Ia menyadarkan kita semua bahwa republik ini tak kekuarangan orang baik. Ia membawa optimisme kuat bahwa kita masih punya harapan.
***
Pemuda itu bernama Muhammad Iqbal. Ia kerap dipanggil Sanggo. Usianya sekitar 35 tahun. Ia baru saja pulang dari kampus tempatnya bekerja, saat saya temui di sebuah kedai kopi di Sumbawa beberapa waktu lalu.
Saat bertemu, Iqbal langsung bercerita tentang sejumlah program yang sedang ia kerjakan. Ia menamainya dengan sebutan "Siap Turun Tangan Program". Banyaknya desa yang masih terisolir di Kabupaten Sumbawa, serta demi menjawab sejumlah permasalahan sosial yang ada, membuatnya terinspirasi untuk melakukan banyak hal.
Selain berprofesi sebagai warek, Iqbal adalah pelaku seni yang aktif di berbagai event kebudayaan. Demi menyalurkan hobinya itu, ia lalu membuat komunitas seni bersama rekan-rekannya yang bertujuan positif yakni sering bepergian ke desa-desa, menghibur masyarakat sembari belajar bersama warga untuk mengatasi banyak masalah.
Ia menyebutkan, program Pesta Anak Langit memuat beberapa konten kegiatan yang bersifat edukatif bagi anak-anak pedalaman seperti mendongeng, menggambar, menyanyi, dan sebagainya. Selain itu, ia juga mengunjungi Dusun Talagumung. Di sana, ia memberikan bantuan Solar Cell kepada masyarakat agar bisa menikmati cahaya atau penerangan yang selama ini menjadi dambaan masyarakat setempat.
Hal lain yang juga tengah fokus ia lakukan saat ini adalah kampanye pelestarian Burung Kakatua Jambul Kuning di Kawasan Taman Nasional Pulau Moyo, Sumbawa. Kegiatan itu dilakukan demi merawat kesadaran masyarakat agar tetap menjaga keindahan Pulau Moyo yang dikenal memiliki potensi alam dan keanekaragaman hayati.
Wajar jika Iqbal merasa resah. Pasalnya, ekosistem hutan di Pulau Moyo kian hari kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data per oktober 2015, kerusakan hutan telah mencapai 1.000 hektar dari total luas Pulau Moyo 30.000 hektar. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh oknum masyarakat yang tak bertanggungjawab.