Mohon tunggu...
Harun Imohan
Harun Imohan Mohon Tunggu... Psikolog - Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Sebagai sarjana muda, saya hanya bisa menulis untuk sementara waktu karena belum ada pekerjaan tetap.

Aku ber-Majelis maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Kematian

16 November 2017   15:09 Diperbarui: 16 November 2017   15:30 1852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SAJAK KEMATIAN'

Lalu untuk apa kita hidup?
jika hanya mampu melihat kenyang tanpa merasakan
tanpa banyak harapan, hamba berkehendak seperti mereka
rombongan orang yang telah sampai pada muara akhir
tapi Tuhan, wujud kenyataan hanya berpihak kepada siapapun yang bukan kita

Mending kita mati
nyaman tentram sentosa tanpa harus berpikir esok makan apa
teduh dan elok warna tanah makam
tak perlu untuk senantiasa terkejut melihat daster si pemudi kaya

Memang wajib mati
jika hidup hanya bermanfaat bagi nyamuk jalanan yang meminum darah pahit tubuh yang lapar

Kemudian datang kabar
tanpa burung dan telepati online
hanya sekedar mimpi yang memicu keringat untuk terus mengalir keluar membanjiri sarung
mengisyaratkan bahwa mati akan tiba menemui

Tapi apa
lapar dan masuk angin tak mampu menjadi alasan yang kuat untuk membunuh
meski nyamuk dari berbagai kasta menusukkan djarumnya
masih saja kita hidup

Padahal jika seandainya mati
akan menjadi suatu kematian yang sah
jika pada akhirnya tak mampu untuk mati
hanya harapan untuk enggan hidup yang bisa kami panjatkan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun