Mohon tunggu...
Mega Widyastuti
Mega Widyastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Mahasiswi jurusan Psikologi dan Sastra Hobi membaca dan menulis Genre favorit self improvement dan psikologi Penikmat kata Instagram @immegaw

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agent of Change! Cara Memutuskan Trauma Lintas Generasi

24 November 2022   17:50 Diperbarui: 24 November 2022   17:58 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Generasi Millenials dan Z adalah agent of change. Karena kebanyakan individu dari generasi tersebut adalah saksi sekaligus pelaku peralihan zaman di Indonesia. Mulai dari politik (reformasi), teknologi dan komunikasi (handphone, internet), sampai transportasi (maraknya pengguna kendaraan bermotor). Peralihan tersebut merubah dan mengupgrade banyak sistem kehidupan sampai ke ranah pola asuh orang tua.

Orang tua dari Generasi Millenials dan Z adalah mereka yang berasal dari generasi sebelumnya. Yang mana pada era perkembangan masa anak anak gen Y dan Z adalah orang tua yang melekat dengan label kolot dan masih sarat dengan ilmu ilmu non empirik tanpa pembuktian. 

Saat gen Y dan Z kecil, informasi masih sulit diakses, sosialisasi masih apa adanya, minim pencitraan, dan masih manut pada orang tua. Oleh karena itu, pola asuh otoriter dan kolot khas gen X dan Baby Boomer sangat efektif dilakukan pada anak-anak.

Seiring perkembangan zaman, Generasi Millenials berganti peran dari semula anak-anak menjadi orang tua. Maka lahirlah Generasi Z akhir dan Alpha, yang mana pada generasi baru ini zaman telah berubah. 

Pemilu sudah rutin dilakukan setiap 5 tahun, penggunaan handphone dan internet, dan pemanfaatan kendaraan bermotor untuk mobilitas adalah kebutuhan. 

Informasi sudah mudah diakses pada era masa kecil Generasi baru ini, mereka sudah terbiasa dengan kemudahan. Disinilah akhirnya terjadi ketimpangan perbedaan mental antara Generasi Alpha dengan orangtuanya.

Pola asuh lah yang berperan besar dalam ketimpangan tersebut. 

Dahulu, perilaku abuse sebagai punishment atau hukuman adalah tindakan yang sangat efektif untuk membuat anak-anak jera dan takut akan pelanggaran. 

Namun sekarang, perilaku abuse dalam pola asuh justru membekas menjadi trauma bagi anak-anak dimasa dewasa kelak. Tindakan abuse tidak lagi efektif dilakukan karena sudah banyak ditinggalkan. 

Kebanyakan orang tua dari generasi millenials tidak ingin anaknya merasakan apa yang pernah dirasakannya dahulu (lebih berwelas asih pada anaknya). Perbedaan inilah yang akhirnya menimbulkan ketimpangan. 

Ketika orang tua dari generasi millenials ada yang melakukan tindakan abuse pada anaknya, maka anaknya akan membandingkan perilaku orangtuanya dengan orang tua temannya, akhirnya dia merasa berbeda dan tidak dicintai. Begitupun dengan pola ajar guru dikelas, saat ada guru yang memberi punishment berupa tindakan abuse, maka orang tua akan marah.

Lantas bagaimana pola asuh yang lebih tepat yang seharusnya kita lakukan sebagai orang yang lebih tua untuk memutuskan rantai trauma pada anak-anak?

  • Jika pengasuhmu tidak memberi cukup kasih sayang, maka kamu harus mampu mencukupi kebutuhan kasih sayang dirimu sendiri terlebih dahulu. Karena dalam proses mencintai diri sendiri, kita pasti akan mampu berempati kepada orang lain.
  • Jika pengasuhmu mengabaikan masalah, maka kamu harus mampu menjadi penggerak untuk mengkomunikasikan dan mengekspresikan dirimu dengan tidak membiarkan masalah itu tetap ada.
  • Jika pengasuhmu meremehkan trauma karena tidak percaya, maka kamu harus mampu menerima masa lalu dan memaafkannya demi menyembuhkan trauma itu. Karena kamu akan kesulitan untuk memutus rantai trauma, jika kamu masih memiliki trauma.
  • Jika pengasuhmu mengabaikan perasaanmu, maka kamu harus mampu untuk meluangkan waktu demi mendengarkan dan memvalidasi perasaanmu itu. Dengan begitu, kamu akan mampu menghargai dan memvalidasi perasaan orang lain.
  • Jika pengasuhmu membandingkan dan mengkritik berlebihan kepadamu, maka kamu harus mampu menerima dirimu sendiri apa adanya tanpa syarat.

Kita tidak akan bisa menjadi pemutus rantai trauma, kalau hidup kita masih mengemban trauma masa lalu.

Seandainya dunia tidak berkembang, mungkin individu dewasa saat ini banyak yang sehat mentalnya. Tapi kenyataannya, kamu hidup didunia yang dinamis dan terus berkembang. Bukalah pikiranmu terhadap dunia ini. Ikutilah perkembangan, buatlah perubahan. Jangan stuck dengan keadaan. 

Semoga tulisan ini menambah wawasan baru ya

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun