Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kau Tawari Aku Pijat Plus

2 Januari 2013   09:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:37 22312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rasa lelah dan badan agak pegal terasa hilang begitu saja saat memasuki Jakarta. Padahal perjalanan lumayan jauh membawa Dedi dari Semarang dengan menumpang mobil travel bersama 7 temannya.

Ini kedua kalinya Dedi menginjakkan kakinya di ibukota negara itu setelah 2 tahun sebelumnya. Tak banyak berubah dari kota itu selain kemacetan lalulintas yang kian tak terkendali.

Atas kesepakatan seluruh teman, mereka memutuskan menginap di sebuah hotel kelas Melati di kawasan Senen. Dipilihnya tempat itu lebih karena lokasinya yang tergolong berada didalam kota; mudah belanja keperluan, dan mencari makan.

Dedi dan teman-temannya seprofesi akan menghadiri semacam pelatihan dan pendidikan jurnalistik yang diselenggarakan oleh salah satu organisasi profesi di bidang jurnalistik dan kewartawanan, semacam Diklat singkat selama 3 hari.

Sama seperti Dedi, teman-temannya pun akan memanfaatkan kunjungan ini untuk menikmati suasana kota dan mencari hiburan, serta berfoto di tempat-tempat yang menjadi ikon kota Jakarta; tugu Monas, TMII, Ancol, dan lainnya.
Meski Dedi pernah sebelumnya ke Jakarta, tapi ia tetap saja seperti teman-temannya yang baru pertama kali. Maklum dulu ia tidak sempat jalan-jalan, keperluannya ke salah satu Kementerian.
Untunglah diantara temannya itu terdapat salah seorang yang memang pernah tinggal beberapa lama di ibukota itu, Iwan.

"Tenang aja, men. Nanti malam kita pergi mencari tempat karaoke," ujar Iwan seperti mengerti kerisauan Dedi yang hobinya di kampung bernyanyi di tempat hiburan karaoke.
"Oh ya, kamu masih ingat tempatnya, men ?" desak Dedi mencoba yakin atas ucapan Iwan yang sudah cukup lama tak ke Jakarta.
"Tenang, aku masih ingat jalan menuju kesana, apalagi aku sudah telpon seorang teman disini, dia bersedia jadi guide kita, hehehe........," sahut Iwan meyakinkan sambil terkekeh dan mengangkat jempol kanannya.

Agar mudah jalan-jalan di Jakarta, Dedi memutuskan sekamar dengan Iwan di hotel tempat mereka menginap. Mereka menempati ruang hotel yang cukup lega dengan 2 tempat tidur kapasitas 2 orang berfasilitas, AC, tipi dan mini bar.
"Boleh juga nih kamar, bisa muat 4 orang, sepasang-sepasang, hehehe......" kekeh Dedi lalu menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur.
"Iya juga sih, tinggal cari teman aja nanti malam, hahaha........" sahut Iwan ngakak.

Langit Jakarta sudah menampakkan gurat-gurat kuning kemerahan, lampu-lampu kota pun sudah menyala menggantikan sinar matahari yang sudah pergi beristirahat di peraduannya. Sebentar lagi tampaknya suara azan akan berkumandang memanggil mereka yang ingin mengadukan berbagai hal, melantunkan berbagai puja puji dan memanjatkan segala bentuk permohonan kepada Sang Pencipta.
"Aku mandi duluan, men," ujar Iwan sembari melangkah ke kamar mandi dengan handuk dililitkan di leher.
"Yo'i, lanjut," hanya itu yang keluar sebagai jawaban dari mulut Dedi yang sedang mencoba menghidupkan tipi di kamar mereka.
Tiba-tiba mata Dedi menemukan sehelai kartu nama yang diletakkan berdekatan dengan remote control tipi, ia pun meraihnya sekalian remote control.

Dedi memperhatikan kartu nama yang berada di tangannya; tertulis nama seorang perempuan bernama Enny, lengkap dengan nomor ponselnya, menawarkan jasa tukang pijat.
"Boleh juga nih tawaran, kebetulan badan sedang pegal-pegal sehabis menempuh perjalanan jauh," gumam Dedi.

Iwan masih didalam kamar mandi, terdengar desiran air mengalir dari tangkai shower hingga keluar kamar.
Setelah mengecilkan volume tipi, Dedi menelpon wanita yang namanya tertera di kartu nama yang barusan ia temukan.
"Halo," Dedi mulai bicara setelah telpon tersambung.
"Iya, halo," sahut seorang wanita bersuara agak berat.
"Apakah saya sedang bicara dengan mbak atau ibu Enny ?" tanya Dedi.
"Benar, panggil saja saya mbak Enny," jawab wanita itu.
"Saya sedang memerlukan jasa tukang pijat, berapa tarif yang mesti saya bayar ?" tanya Dedi seraya menyebutkan hotel berikut nomor kamar dimana ia sedang menginap.
"Tarif per jam untuk pijat 50 ribu, saya sendiri yang akan kesana, tunggu saja setengah jam kemudian," jawab mbak Enny.
"Oke, saya setuju, akan saya tunggu," ujar Dedi kemudian memutus hubungan telpon.

"Bicara dengan siapa, men ?" suara Iwan mengejutkan Dedi dari arah belakang, rupanya Iwan sudah selesai mandi.
"Ah kamu, bikin kaget orang aja. Aku barusan nelpon tukang pijat," kata Dedi.
"Memangnya kamu ada kenalan tukang pijat disini ?" tanya Iwan.
"Nggak ada sih, tapi aku tadi menemukan kartu nama tukang pijat di dekat tipi," ungkap Dedi.
"Oh ya, laki atau perempuan tukang pijatnya ?" tanya Iwan lagi.
"Perempuan lah, masa laki, mending kamu yang mijat aku," ujar Dedi sambil terkekeh.
"Sialan kamu. Kamu nggak mandi dulu, men ?" tanya Iwan sambil menyisir rambutnya.
"Nanti aja sehabis pijat," sahut Dedi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun