Kunci Sukses Pembelajaran Jarak Jauh
Setelah proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berjalan satu tahun, bagaimana prestasi anak-anak kita? Stagnan, semakin baik, atau justru menurun?
Sistem pembelajaran apapun selalu ada kelebihan dan kekurangannya. Jalan terbaik yaitu mengenali kelebihan dan kekurangan sistem tersebut, kemudian berusaha meminimalisir kekurangan yang ada pada sistem itu.
Pendampingan merupakan faktor penting dalam proses pembelajaranÂ
Suatu ketika, salah satu guru di sekolah kami ditugaskan oleh pimpinan untuk mengikuti suatu program kedinasan selama sepuluh hari. Karena guru di sekolah kami terbatas jumlahnya, maka kelas guru tersebut disambi oleh guru kelas lain secara bergantian.
Guru yang menggantikan yaitu guru yang kelasnya sedang pelajaran agama atau olahraga. SD, jadi guru kelas.
Lima hari berjalan, beberapa orang tua siswa berdatangan ke sekolah. Mereka menanyakan, mengapa anaknya tidak diajar seperti biasa, hanya disambi oleh guru yang bukan gurunya.
Nah, itu adalah bukti bahwa masyarakat dalam hal ini orang tua siswa pun tidak rela anak-anak nya belajar tanpa didampingi. Mereka tahu bahwa anak belajar itu butuh pendampingan.
Kalau orang awam saja tahu, apa lagi pelaku pendidikan. Guru pasti tahulah!
Namun, tahu saja tidak cukup. Harus dibuktikan dengan tindakan, yaitu mendampingi anak!
Nah, bagaimana pendampingan anak di rumah saat PJJ? Berikut ini beberapa kondisi pendampingan orang tua kepada  anak di rumah.
1) Orang tua ingin mendampingi tetapi tidak memungkinkan
Berdasarkan kondisi masyarakat, di lingkungan tempat tinggal saya, ada permasalahan bahwa orang tua ingin mendampingi anak belajar tetapi tidak memungkinkan.
Kasusnya begini. Orang tua berangkat kerja sebelum pukul enam pagi. Pulangnya malam setelah anak tidur. Atau orang tua pulang pada saat anak sudah tidak selera untuk belajar. Sudah ngantuk berat.
Pun saat PJJ, anak tidak pegang gawai atau hp. Sebab rata-rata dalam satu keluarga hanya ada satu gawai dan itu dibawa kerja orang tua. Â
Praktis tidak ada pendampingan belajar. Jadi, jangan berharap terjadi  peningkatan prestasi belajar anak dalam kondisi seperti itu.
2) Orang tua ingin mendampingi tetapi tidak tahu cara pendampingan
Ada lagi kasus begini. Satu orang tua bekerja sejak pagi. Satu orang tua, ibu di rumah. Namun, si ibu merasa tidak mampu mengajari anak.
Lebih dari itu, si ibu lebih memusatkan perhatiaan pada pekerjaan-pekerjaan rumah. Menyapu, mencuci, memasak, membersihkan rumah dan seambrek pekerjaan rumah.
Alhasil, si anak hanya belajar sendiri atau malah lalai belajar.
3) Orang tua tidak peduli
Tipe yang ketiga ini, tipe abu-abu. Orang tua relatif ada waktu tetapi memang tidak peduli pada pembelajaran  anak.
Pikirnya, dia sudah menyediakan sarana prasarana itu sudah cukup. Gawai ada, buku ada, alat tulis sudah lengkap.
Paling-paling orang tua semacam ini, hanya menyuruh bertanya kalau ada pelajaran yang tidak diketahui.
Padahal itu belum menjawab kebutuhan anak. Sebab anak butuh pendampingan saat belajar.
Pengaruh pendampingan orang tua
Pendampingan belajar bukan berarti orang tua mengajar anak. Bukan!
Pendampingan lebih mengarah kepada menemani, memberikan rasa aman, memberikan bantuan saat anak butuh ditolong. Kehadiran orang tua dengan penuh perhatian itulah yang paling dibutuhkan anak.
Dengan memiliki rasa aman, rasa terlindungi, serta rasa nyaman karena ada  tempat berkesah di sampingnya,  maka seorang anak  mengalami peristiwa edukasi yang luar biasa. Peristiwa yang memicu anak untuk mengalami peningkatan belajar.
Nah, sekarang dipersilakan kepada orang tua yang memiliki anak usia sekolah. Mari bersikap. @salam