Mohon tunggu...
Iman Nuryadin
Iman Nuryadin Mohon Tunggu... Politisi - Aktivis Muda Jawa Barat / Guru

HMI KOORKOM UNISBA 2010-2011 BEM Unisba 2012-2013 KETUA UMUM KOORDINATOR PUSAT GERAKAN MAHASISWA PTS JAWA BARAT 2012-2014

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada KBB 2018, Memperebutkan Suara Perempuan

5 Maret 2018   19:59 Diperbarui: 5 Maret 2018   20:32 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hiruk pikuk pesta demokrasi di KBB ini, utamanya dalam menyambut Pilkada Bupati/Wakil Bupati 2018 semakin memanas. Tingginya aktifitas kampanye mereka dilapangan dan intensitas postingan di sosial media telah memberikan tanda bahwa mereka masih memiliki rasa optimis untuk menang. Perebutan suara perempuan masih mendominasi di bulan pertama agenda kampanye tertutup. Diskusi saya dengan rekan via Whatshapp, hal itu terjadi karena didorong oleh salah satu teori sederhana yang berkembang di zaman old bahwa "suara perempuan akan membawa suara satu keluarga". 

Artinya, jika seorang ibu tepatnya memiliki 1 suami dan 2 anak yang telah memiliki hak pilih, maka otomatis akan diraih 4 suara sekaligus. Hal ini mungkin berkaitan dengan salah satu pepatah "satu kali mendayung dua tiga pulau terlampaui". Bahkan, ada pepatah lain yang hampir sama maknanya yaitu" to kill two birds with one stone". Jika kita terjemahkan, dalam bahasa kita  "membunuh dua ekor burung dengan satu batu". Selanjutnya, teori dan pepatah itu bisa kita kontemplasikan sendiri terkait kebenarannya, mungkin dengan apa yang telah kita alami.

Dalam kajian terhadap semua pasangan calon dalam agenda kampanye mereka, kebanyakan melakukan sosialisasi visi misi dan program cenderung sasarannya adalah pemilih perempuan. Tren ini terjadi tentunya tidak begitu saja. Kita lihat kasus terbaru misalkan di Pilkada Kabupaten Bandung Barat 2018 yang sedang berjalan. 

Setelah saya lakukan pemantauan personal di lapangan, cukup banyak kunjungan para kandidat yang disambut oleh ibu-ibu dengan latar belakang yang berbeda-beda. Di samping itu, saya perhatikan beberapa postingan agenda dokumentasi kampanye tertutup di media sosial baik facebook ( Relawan Elin Maman, Doddy Pupu, Relawan AA Umbara Hengky Kurniawan, dll) maupun instagram ( elin.abubakar, drpforkbb, akurforkbb2018, dll) terutama postingan berupa foto dan video menunjukan bahwa setiap pasangan calong kebanyakan dikelilingi oleh kaum hawa. Sedikit sekali dari postingan tersebut yang menampilkan mereka dengan kaum adam. Mengapa dapat terjadi demikian ?

Pada umumnya perempuan selalu dicitrakan atau bahkan mereka mencitrakan dirinya sendiri sebagai makhluk yang lemah secara fisik. Akibat citra yang terbangun dan memiliki sifat menetap, perempuan selalu direndahkan (the second class), dieksploitasi dan memiliki standing position hanya mengurusi masalah rumah tangga (housewivezation) seperti masalah dapur, kasur dan sumur. 

Dampaknya ketika di momentum pilkada ini, mereka mendominasi daftar kehadiran di beberapa agenda kampanye, hal tersebut membuat mereka merasa diperhatikan, mendapatkan penghargaan, terakui sebagai elemen masyarakat, dan mungkin kita tidak mengira bahwasannya mereka juga sedang medapatkan hiburan gratis. Sehingga kasus tersebut dianggap celah untuk mengumpulkan mereka di satu titik kampanye. Tak perlu heran dan kaget, kalau ada kandidat dari kalangan artis selalu menjadi sorotan, itu sedikit menghibur di selah-selah kesibukan mereka mengurus rumahtangga.  Tentunya, bukan jaminan pula di TPS kaum hawa ini akan memilih calon dari kalangan artis.

Di samping itu, perumpuan lebih mudah dipengaruhi dan dibujuk. Menurut Maccoby dan Jacklin (1974), perempuan lebih bersedia menyesuaikan diri dari pada lelaki. Oleh karena itu mobilisasi perempuan cenderung mudah dan tidak membutuhkan diskusi panjang untuk mengajaknya. Ketika agendanya memberikan kejelasan dari segi waktu dan tempat. Hal itu dapat memiliki pengaruh terhadap perempuan dengan presentase yang signifikan jika komunikasi yang dibangun tidak hanya komunikasi verbal tetapi juga non-verbal. 

Perempuan dikenal sebagai makhluk perasa karena memiliki kemampuan dalam mengekspresikan dan memahami pesan-pesan non verbal. Jika kita tarik pada perkembangan pilkada di KBB sekarang, berbagai bentuk komunikasi calon seperti tatapan, sapaan, salaman beserta senyuman akan mudah diterima oleh pemilih perempuan, apalagi jika ditambah dengan hal-hal yang creatif dan variatif tidak hanya pembagian kalender saja. 

Kandidat pastinya dituntut untuk mampu berinteraksi lebih dari pada sekedar menyapa masyarakat, salaman, juga bagi-bagi kalender. Pada aspek itu, seyogyanya tim sukses masing-masing kandidat harus memiliki kontribusi dan ide-ide cemerlang untuk me-make over para kandidatnya ketika bertemu dengan calon pemilihnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun