Sepanjang sejarah, baru PSSI pimpinan Djohar Arifin yang bekerja sama dengan BPK. Inilah pemicu permasalahan sepakbola nasional yang sebenarnya. Banyak pihak yang tidak suka dengan kebijakan tersebut. Pihak tersebut merupakan veteran dari rezim PSSI yang lama. Alasannya jelas, pihak tersebut takut dan alergi dengan kata 'audit'.
Mungkin kita tak aneh lagi dengan ungkapan liga berdarah-darah. Itu adalah salah satu senjata pihak pembenci Djohar Arifin. Senjata ini mereka gunakan untuk menunjukkan statuta yang mengharamkan keenam klub baru yang ikut liga kasta tertinggi.
Sebagai bobotoh, saya masih ingat ketika itu sangat bersyukur karena Persib mendapat tiket cuma-cuma untuk berlaga di liga tertinggi di Indonesia. Padahal waktu itu ada klub lain yang lebih berhak untuk mendapatkan tiket tersebut. Dan apa yang terjadi? Liga tetap dapat berjalan dengan sesuai rencana. Dengan demikian jelas bahwa tak perlu ada statuta untuk sepakbola. Justru dengan adanya statuta malah bikin ribet aja. Terutama bagi para mafia bola.
Dengan sedikit pemaparan di atas, maka jika sampai PSSI sekarang dibubarkan, pengurus penggantinya haruslah melakukan tindakan-tindakan berikut:
1. Supaya sepakbola nasional tetap kondusif, maka jangan pernah berhubungan dengan lembaga audit.
2. Supaya keuangan liga tidak sulit, maka APBD harus tetap digunakan. Dengan demikian para pengurus liga akan mendapatkan upeti dengan lancar.
3. Supaya sepakbola Indonesia tetap dapat diterima dengan baik oleh masyarakat lokal, maka jangan pernah menggunakan statuta.
4. Untuk membentuk Timnas, maka jangan sekali-kali melibatkan exco PSSI. Takutnya nanti pakai statuta seperti sekarang.
5. Supaya liga dan Tim Nasional kita tetap diterima FIFA, maka siapkan salam tempel dengan pejabat FIFA. Toh dananya tersedia dari APBD. Prinsipnya APBD itu kan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk mafia.
Salam leuleupeutan,,,, :D