Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

UEFALONA, Sebuah Tudingan Tak Bertuan

17 April 2016   15:41 Diperbarui: 17 April 2016   17:37 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Manusia itu akan selalu salah, “wajib berdosa” dan sulit ditebak, kapan pun dan di mana pun. Itu manusiawi. Sepak bola pun sulit ditebak, dan selalu menyimpan misteri. Korelasinya adalah manusia dan sepak bola sama-sama sulit ditebak. Sepak bola sudah pasti melibatkan manusia, bukan hewan. Ketika manusia yang bermain bola dan wasit memimpin jalannya laga, maka jangan pernah menuntut kesempurnaan dari olahraga ball-ball-an ini.

Jamak terjadi seorang fans selalu memaki wasit, menyalahkan wasit, mengkambinghitamkan wasit, jika klub kebanggaannya kalah. Itu pun (mungkin) lumrah, harap dimaklumi, karna fans dan wasit adalah manusia, bukan malaikat, yang memiliki pandangan dan jangkauan yang terbatas dan tidak akan pernah sama. Akan tetapi, ketika caci maki tak kunjung padam, selalu membangun stigma atas kinerja wasit itu juga tak baik. Bahkan kesalahan wasit yang sudah terjadi di tahun-tahun sebelumnya selalu dianggap seolah-olah menjadi pembenaran atas kesalahan wasit di kekinian, itu namanya kebablasan.

El Clasico yang mentas beberapa waktu lalu masih terekam jelas, di mana wasit menghadiahi Sergio Ramos kartu merah yang memang selalu doyan “mengumpulkan” kartu merah di El Clasico. Pun di laga perempatfinal I Liga Champions kontra Atletico Madrid (ATM), di mana Fernando Torres dihukum kartu merah oleh wasit akibat dua pelanggaran keras yang dilakukannya, sementara Luis Suarez yang terlihat mengasari Felipe Luis lolos dari jeratan kartu sang pengadil. Felipe pun berang, fans Madrid juga ikut-ikutan tak senang, dan menuding wasit main mata dengan Barca. Sementara Simeone, sang peracik strategi ATM, malah marah sama Felipe atas tudingan itu.

Setali tiga uang di leg II, wasit kembali memperlihatkan kodratnya sebagai manusia manusia. ATM yang tampil bertahan ala Catenaccio mendapat keuntungan dari wasit. Di saat Barca melancarkan serangan sporadis di jantung pertahanan ATM, di situlah terjadi peristiwa handsball yang dilakukan kapten ATM, Gabi. Menariknya, handsball itu terjadi di dalam kotak terlarang. Lucunya, wasit tak memberi hadiah penalti kepada Barca. Padahal jika itu penalti, maka ceritanya bisa lain. Akan ada perpanjangan waktu jika konversi penalti berbuah gol. Dan ATM kurang cakap di babak tambahan waktu (ingat final Liga Champion kontra Madrid dua musim lalu).    

Apakah pemain Barca protes berlebihan dengan mengejar-ngejar wasit? Apakah fans Barca menghujat wasit dengan kata-kata kasar dan jorok? Jawabannya tidak. Walau sebenarnya mereka bisa melakukan itu dengan kata-kata anarkistis. Gabi sudah mengakui bahwa dirinya memang handsball. "Ketika wasit meniup peluit, saya kira dia akan memberi penalti. 

Tapi pada akhirnya dia memiliki pandangan lain bahwa kejadiannya terjadi di luar kotak, padahal Gabi mengakuinya. Sudahlah, tak ada gunanya memperdebatkan penalti itu. Saatnya melihat ke depan, jangan melihat kejadian itu lagi, sudah tak ada gunanya", ujar Andres Iniesta bijak seperti dikutip goal.com.

Ada hal yang jauh lebih bijak dalam melihat dinamika di sepak bola. Selain wasit itu manusia, memang di sepak bola ada detail kecil yang selalu mengikutinya, yaitu keberuntungan. Ada kalanya kita diuntungkan wasit, namun ada kalanya juga kita dirugikan wasit. Jadi tidak ada tim yang selalu dirugikan atau selalu diuntungkan wasit karena adanya konspirasi untuk menguntungkan salah satu pihak. 

Jika Barca selalu disebut UEFALONA karena kerap dituding bersekongkol dengan otoritas sepak bola Eropa itu, maka saya kira itu hanyalah pandangan subjektif karena mereka hanya melihat dari satu sisi saja, tidak pernah melihat sisi lainnya bahwa mereka juga acapkali diuntungkan wasit. Barca tim besar, sehingga perhatian negatif juga akan besar seiring prestasi yang selalu hadir menghampiri Barca.

Sebagai perbandingan atas tudingan UEFALONA, saya ingin memberi fakta bahwa Madrid selalu mendapat lawan yang jauh lebih ringan dibanding para rivalnya. Di musim ini, teman bermain Madrid adalah Shakhtar Donetsk, M’Gladbach, Malmo, Roma, dan Wolfsburg. Di babak semi final pun oleh banyak pengamat, Madrid mendapat lawan yang empuk, tapi saya menangkal itu. City bukan lawan empuk. 

City adalah tim kuat, meski masih kecil di pentas Eropa. Coba bandingkan Barca di musim lalu. Barca menjadi juara sejati dengan melibas semua jawara liga domestik, mulai City di babak 16 besar, kemudian PSG di babak delapan besar, lalu Munich di semifinal, hingga Juventus di final.

Sudah cukup? Ternyata belum. Oleh pengamat, Madrid kembali diuntungkan dengan selalu bermain di kandang pada leg II. Nah, dari deskripsi di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa segala tudingan miring tersebut sebenarnya lahir dari kebiasaan memelihara syak wasangka, dan saya yakin orang-orang seperti itu hanya ada di cerita fiksi. Jadi, saya anggap tudingan itu tak bertuan, karena saya yakin kita semua adalah orang yang selalu mengedepankan prasangka baik. Olehnya itu, biasakan diri mengakui keunggulan lawan dengan memberi ucapan selamat kepada tim pemenang. Jika Anda melakukannya, maka Anda adalah seorang ksatria, bukan pecundang yang selalu berlindung di ketiak “kambing hitam”. (Lukman Hamarong)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun