Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SMAN 3 Disingkat Menjadi SMANTIG atau SMANET?

14 Juli 2016   21:13 Diperbarui: 14 Juli 2016   21:18 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejatinya akronim lahir atas dasar penggabungan dua kata atau lebih yang menciptakan sebuah kata yang manis diucapkan dan enak didengar. Terbentuknya sebuah akronim didasari oleh dua hal tersebut. Tidak bisa juga serta merta ada tanpa mempertimbangkan dua instrumen vital tersebut; manis di mulut dan enak di telinga. Olehnya itu, akronim lahir lewat ucapan yang manis menuju ke telinga dan menciptakan bunyi yang merdu.   

Contoh akronim yang bisa membuat kita mudah mengucapkannya karna aksentuasi yang dihasilkan cukup indah kedengaran adalah SIDAK dan RUDAL. Sidak adalah inspeksi mendadak dan  rudal adalah peluru kendali. SIDAK tentu lebih indah kedengarannya ketimbang kita memakai akronim INDAK. Pun RUDAL lebih mudah diucapkan ketimbang PERULI. Namun demikian, semua bergantung pada selera dengan tetap mengedepankan faktor proporsional, karena tidak menutup kemungkinan terciptanya dua akronim yang sama.

Saya acapkali tersenyum membaca sebuah media yang dengan entengnya menulis akronim Kelompok Tani sebagai KOPTAN. Padahal kalau kita merujuk pada asal muasal kata Koptan, maka sejatinya Koptan itu akronim dari Koperasi Tani, bukan Kelompok Tani. Seperti apa kita menyebut kelompok tani agar mudah diucapkan dan tidak “mengganggu” yang lain? Maka POKTAN adalah akronim yang paling tepat, karena kita tidak mengenal Gakoptan di Sektor Pertanian, melainkan Gapoktan alias Gabungan Kelompok Tani. Akronim ini sudah baku dan menjadi kesepakatan nasional.  

Nah, baru-baru ini Alumni SMAN 3 Palopo menggelar Reuni Akbar Empat Dekade. Berbagai kegiatan serta berbagai motif dan corak baju seragam alumni per angkatan tersaji dengan indahnya. Keren, dan begitu berwarna, bahkan seindah pelangi. Warna kostum yang dipadupadankan dengan motif dan desain baju sungguh melahirkan kata takjub. Belum lagi warna air muka para alumnus yang begitu ceria, semakin menambah semarak temu kangen bergenre nostalgia dan romansa tersebut. Belum lagi sequen cerita lama dari mulut ke mulut menambah tajamnya jejak makna masa lalu yang terlukis di satu timeline.

Namun, indahnya temu kangen menyisakan ambiguitas yang melekat erat pada dinding kain bergores tinta berselimut warna. Jelas terbaca sebuah akronim SMAN 3 di bagian depan baju. Ukiran huruf yang menari indah di dinding kain bak penari Bali berkipas yang menggerakkan tubuhnya ternyata menimbulkan tanda tanya besar bagi saya. Akronim baku untuk SMAN 3 Palopo yang  dulu pernah saya kenal adalah SMANTIG (SMAN Tiga), bukan SMANET. Lantas dari mana muncul akronim SMANET? SMANTIG atau SMANET, yang jelas adalah sebuah akronim yang merujuk pada SMAN 3.

Meski demikian, siapa yang bisa menjamin ke depannya jika di Palopo ini nantinya ada SMAN 7 yang tanpa sengaja pula menggunakan akronim SMANET? Sudikah kita jika SMANET-nya SMA 3 harus sama dengan SMANET-nya SMAN 7, dan memakai baju yang sama dengan tulisan SMANET di dada? Hehehe.... Sejatinya akronim diciptakan sebisa mungkin tidak menghasilkan dua akronim yang sama meski berbeda makna.

Malulah kita sama SMAN 1 yang selalu setia menggunakan akronim SMANSA. Pun dengan SMAN 2 yang konsisten memakai akronim SMADA. Kenapa tidak mulai sekarang kita juga setia memakai akronim lawas yang kedengarannya enak di telinga dan manis terucap di mulut? Untuk memperkuat opini saya, maka saya cari di Google dengan kata kunci “SMANTIG”. Hasilnya sungguh brilian, semua SMAN 3 di seluruh penjuru nusantara ternyata memakai akronim SMANTIG, bukan SMANET. Supaya balance, saya cari juga kata “SMANET” dan hasilnya cuma di Palopo yang memakai istilah SMANET untuk SMAN 3. Padahal, di tahun 90-an, akronim SMANTIG lebih familiar. (Lukman Hamarong)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun