Pasangkayu, Sulawesi Barat -- Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 861,7 hektare yang sebelumnya dirambah oleh PT Pasangkayu kini menjadi titik konsentrasi perjuangan warga sekitar. Masyarakat mendirikan pondok-pondok penjagaan di setiap blok kawasan tersebut untuk mencegah kerusakan lanjutan. Namun, ketegangan meningkat setelah pondok-pondok itu dirusak oleh oknum tak dikenal.
Tim Jurnalis Advokasi yang melakukan investigasi menemukan bahwa perusakan fasilitas penjagaan warga bukanlah insiden tunggal. "Kejadian ini sudah berulang kali. Kami menduga ada aktor intelektual di balik aksi tersebut," ujar Jurnalis Advokasi sekaligus pendamping masyarakat, Iman Sadewa Rukka, Sabtu (9/8/2025).
Menurut Iman, pihak-pihak yang terlibat diduga berupaya memprovokasi konflik horizontal di antara kelompok warga yang kini menempati kawasan hutan tersebut. "Ada indikasi upaya memecah belah, menciptakan suasana tidak kondusif, hingga memancing pertikaian di antara warga sendiri," tegasnya.
Iman menambahkan, seluruh warga yang telah terorganisir dan dikelompokkan untuk menjaga kawasan HL di beberapa blok afdeling diimbau untuk tetap tenang dan tidak terpancing provokasi. "Kami minta warga tetap waspada, mengantisipasi segala kemungkinan, dan konsisten menjaga pondok-pondok yang sudah dibangun di dalam kawasan hutan lindung tersebut," ujarnya.
Pendamping masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Jurnalis Advokasi dan LSM juga mendesak Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) untuk segera turun kembali ke lokasi. Tujuannya, melakukan pemetaan batas ulang berdasarkan peta resmi atau titik koordinat yang jelas, guna memastikan mana wilayah yang benar-benar termasuk kawasan hutan lindung, mana yang merupakan lahan milik masyarakat, serta lahan yang diklaim sebagai HGU perusahaan.
Langkah ini dinilai penting agar masyarakat yang kini telah bermukim di kawasan tersebut memperoleh kepastian hukum dan kepastian tata batas. "Kita tidak ingin masalah tumpang tindih lahan ini berlarut-larut dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan mereka," tegas Iman.
Konflik ini bermula dari dugaan perambahan hutan lindung oleh PT Pasangkayu yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Perusahaan diduga mengubah fungsi kawasan menjadi perkebunan kelapa sawit, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara serta pelanggaran hukum lingkungan. Selain itu, masyarakat sekitar menuding perusahaan tidak memenuhi kewajiban penyediaan kebun plasma sebagaimana diamanatkan undang-undang, sehingga hak ekonomi warga terabaikan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT Pasangkayu terkait tuduhan tersebut. Warga berkomitmen mempertahankan kawasan hutan lindung yang telah mereka duduki demi mencegah kerusakan lebih lanjut, meski tekanan dan intimidasi terus mereka hadapi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI