"Masalah ini muncul karena negara memberikan izin pengelolaan pada perusahaan untuk lahan yang dianggap tidak produktif, padahal di sanalah masyarakat selama ini hidup dan bertani," katanya.
Persoalan lainnya adalah konflik lahan. Menurut Iman Rukka, kasus tumpang tindih klaim antara warga dan perusahaan menjadi salah satu bentuk ketidakadilan tata kelola sawit yang belum terselesaikan.
Mengacu pada data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dalam lima tahun terakhir terjadi lonjakan hingga 30 persen dalam laporan kasus konflik agraria. Ini menunjukkan bahwa masalah sawit bukan hanya soal teknis pertanian, melainkan persoalan struktural dan politis.
Iman menegaskan bahwa perlu ada perubahan mendasar dalam tata kelola sawit. Ia menyarankan keterlibatan aktif masyarakat setempat dalam pengelolaan tanah mereka sendiri, sembari tetap membuka ruang bagi perusahaan untuk berfokus pada hilirisasi produksi.
"Jangan semua lini dikuasai oleh perusahaan. Biarkan masyarakat tetap mengelola tanah mereka, agar ada pembagian peran yang adil dan kesejahteraan bisa dicapai bersama," tutupnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI