Kasus dugaan kriminalisasi terhadap petani kembali mengguncang Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat. Kali ini menimpa Dendi Fajri alias Bolong, seorang petani yang ditangkap paksa oleh aparat kepolisian tanpa menunjukkan surat perintah penangkapan.
Peristiwa terjadi saat aparat mendatangi rumah Pak Kaeim, tempat Dendi sedang berada. Tanpa permisi, mereka langsung menerobos masuk ke dalam rumah dan menuju kamar. Di sana, Dendi Fajri ditangkap dengan paksa di hadapan keluarga, tanpa penjelasan atau surat resmi.
Yang lebih mengejutkan, salah satu oknum aparat diduga membawa senjata api (pistol) dalam proses penangkapan tersebut, seolah tengah memburu pelaku terorisme.
“Ini sangat ironis dan mencederai prinsip hukum. Seorang petani yang tidak bersenjata diperlakukan seperti penjahat kelas berat. Penangkapan ini sarat dengan intimidasi,” ujar Iman Sadewa Rukka, jurnalis advokasi yang terus mengawal kasus konflik agraria di Pasangkayu.
Kejadian ini memicu sorotan tajam dari media dan aktivis HAM. Banyak pihak menilai tindakan aparat sudah di luar batas dan berpotensi melanggar hak asasi warga negara.
Dilaporkan ke Komnas HAM Jaringan advokasi dan pendamping petani menyatakan akan membawa kasus ini ke Komnas HAM, mengingat adanya pola penangkapan sewenang-wenang yang berulang di wilayah konflik antara petani dan perusahaan sawit.
Iman Sadewa menyatakan bahwa praktik-praktik intimidatif seperti ini bukan hanya mencederai keadilan, tapi juga memperburuk trauma sosial di kalangan masyarakat pedesaan.
“Kami mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Polres Pasangkayu dan mengusut oknum yang melanggar etika serta hukum dalam penangkapan ini,” ujarnya.
Latar Belakang Kasus Sebelumnya, nama Dendi Fajri alias Bolong juga disebut dalam pemeriksaan saksi kasus dugaan pencurian buah sawit di Blok 8 Bravo. Namun hingga kini, tidak ada kejelasan siapa pelapor dan terlapor dalam kasus tersebut. Penangkapan terhadap dirinya pun tidak didahului pemanggilan resmi, memperkuat dugaan kriminalisasi.
Berbagai organisasi seperti LP.K-P-K Sulbar juga telah melayangkan surat pengaduan ke Propam Polda Sulbar, menuntut evaluasi terhadap netralitas penyidik dan jaminan independensi proses hukum dari intervensi perusahaan besar.