Pada saat konflik antara Palestina dan Israel memiliki kesepakatan gencatan senjata pada 19 Januari 2024 hari selasa, presiden Amerika Serikat yaitu Donald Trump membuat pernyataan yang cukup mengejutkan publik
“AS akan mengambil alih Jalur Gaza, dan kami juga akan menanganinya,” ujar Trump.
Usulan Trump tersebut juga bisa merubah kebijakan luar negeri Amerika Serikat selama beberapa dekade ke belakang, Trump juga sebelumnya memberi usulan agar warga Gaza dipindahkan ke negara-negara lain karena konflik yang tak kunjung selesai, dan menjadikan Gaza sebagai kawasan yang bisa dibanggakan di Timur Tengah. Trump bahkan menyebut Gaza bisa menjadi “Riviera”-nya Timur Tengah, sebuah kawasan pesisir yang makmur dan modern.
“Semua orang yang saya ajak bicara menyukai gagasan Amerika Serikat memiliki bidang tanah itu, mengembangkan dan menciptakan ribuan pekerjaan menjadi sesuatu yang luar biasa, di wilayah yang benar-benar luar biasa yang tidak diketahui sebelumnya oleh siapa pun. Tidak seorang pun dapat melihatnya karena yang mereka lihat hanyalah kematian, kehancuran, dan puing-puing,” ujar Trump.
Trump membuat pernyataan tersebut pada saat perdana menteri israel Benjamin Netanyahu melakukan kunjungan ke Amerika serikat pertemuan mereka berlangsung di gedung putih Washington DC.
Usulan Trump tersebut mendapat berbagai kecaman berbagai negara terutama negara-negara Arab dan juga termasuk Indonesia Selain penolakan dari dunia Arab, rencana Trump juga memicu kemarahan komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sekutu-sekutu Amerika Serikat di Barat. Banyak pihak menilai usulan relokasi paksa penduduk Gaza sebagai pelanggaran hukum internasional dan bentuk pembersihan etnis, Trump sendiri tidak memberikan rincian konkret tentang bagaimana AS akan mengambil alih Gaza secara hukum maupun mekanisme relokasi penduduknya. Ia hanya menyatakan bahwa solusi ini akan membawa stabilitas besar di Timur Tengah dan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan beberapa pemimpin regional, namun usulan Trump tersebut langsung dapat penolakan mentah-mentah berbagai negara.
Rencana Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi penduduknya dianggap sebagai perubahan radikal dalam kebijakan luar negeri AS yang bertentangan dengan konsensus internasional mengenai solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Ide ini tidak hanya ditolak oleh pihak-pihak yang berkepentingan langsung, tetapi juga memicu kekhawatiran akan terjadinya eskalasi konflik dan instabilitas yang lebih luas di kawasan tersebut.
Indonesia sendiri secara tegas menolak rencana Donald Trump yang ingin mengambil alih Gaza dan merelokasi warga Palestina, termasuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa segala upaya pemindahan paksa warga Gaza tidak dapat diterima dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional serta hak asasi manusia. Sikap ini didasari pada keyakinan bahwa solusi terhadap konflik di Palestina tidak bisa dilakukan dengan cara mengusir atau memindahkan penduduk dari tanah air mereka, karena hal tersebut justru memperkuat pendudukan ilegal Israel dan menghambat terwujudnya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Pada sebuah jumpa pers Kementerian Luar Negeri Indonesia Rolliansyah Soemirat, Rabu (5/2) menyampaikan bahwa Indonesia menolak secara tegas upaya untuk memindahkan secara paksa warga Palestina ke negera lain atau mengubah komposisi demofrafis wilayah pendudukan Palestina.
Indonesia juga menegaskan bahwa tidak pernah ada komunikasi resmi atau permintaan dari pihak manapun, termasuk Amerika Serikat, terkait rencana relokasi dua juta warga Gaza ke Indonesia. Pemerintah Indonesia menilai, relokasi seperti itu hanya akan menjadi dalih bagi Israel untuk mengosongkan Gaza dari penduduk aslinya, sehingga memudahkan penguasaan wilayah tersebut secara permanen oleh Israel.
Selain pemerintah, penolakan juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa relokasi warga Gaza sama saja dengan pengusiran halus, yang pada akhirnya akan menghilangkan eksistensi rakyat Palestina di tanah mereka sendiri. Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam memperoleh kemerdekaan berdasarkan solusi dua negara dengan batas wilayah 1967, dan menyerukan komunitas internasional untuk menghormati hak rakyat Palestina menentukan nasib sendiri serta hak kembali ke tanah air mereka.