Ahli Hukum Pidana UIN Yakin, Kriminalisasi Eka Yogaswara Yang Disidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta diputus Bebas. Keyakinan itu paling tidak didasarkan pada,unsur pidana yang disangkakan tidak terpenuhi, nebis in idem, dan daluwarsa.
Dr Afrizal SH MH, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta, yakin kasus Kriminalisasi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta  terhadap terdakwa Eka Yogaswara akan diputus bebas.Â
Sidang kriminalisasi ini mengadili  Kolonel Inf. (purn.) Eka Yogaswara yang dituduh menyerobot lahan dan memasuki lahan tanpa izin di Jalan Tendean 41 Jakarta. Padahal, Eka merupakan salah satu ahli waris Bek Musa yang memiliki lahan di Jalan Tendean 41 tersebut berdasarkan surat girik sebagai bukti kepemilikan lahan. Di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Oditur militer mendakwa Eka melanggar Pasal 385 ayat (1) dan Pasal 167 (1) KUHP. Eka Yogaswara, didakwa oleh Oditur Militer Tinggi, atas laporan Tessa Elya Andriana Wahyudi, selaku Legal Manager BUMN PT PFN, yang mengklaim lahan kepemilikan lahan tersebut dengan dasar Sertifikat Hak Pakai Sementara atas nama Departemen Penerangan tahun 1987.
Di dalam keterangannya di persidangan itu, Afrizal menegaskan, perkara yang ditanyakan secara umum oleh pembela memenuhi unsur nebis in idem.Â
Menurutnya, pasal 76 KUHP menyebutkan, nebis in idem itu, seseorang tidak boleh dituntut untuk kedua kalinya dalam kasus yang sama. Dituntut itu baik peradilan swapraja, peradilan adat, maupun peradilan nasional. Terhadap obyek yang sama, terhadap subyek yang sama, dan perkara itu sudah pernah diadili, serta telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Jadi meskipun pasal yang disangkakan berbeda, jika perkaranya sama, obyek hukum dan terdakwanya sama, itu nebis in idem. Jika ini yang terjadi, maka tidak ada pilihan lain kecuali pengadilan pidana ini memutus bebas pada tersangka," ujarnya saat ditemui seusai sidang.
Selain itu, Afrizal juga mengatakan, adanya batasan daluwarsa sesuai pasar 78 KUHP, lewat waktu mulai pada saat perbuatan itu dilakukan. Waktunya satu tahun apabila ancaman hukum lewat satu tahun. Apabila ancaman hukum tidak lebih dari tiga tahun, itu enam tahun. Untuk kejahatan dengan ancaman pidana lebih dari tiga tahun itu, daluwarsanya dua belas tahun. Dan daluwarsa 18 tahun, untuk kejahatan dengan ancaman hukum matu atau penjara seumur hidup.
"Maka kedua pasal ini, kalau dikaitkan dengan pasal 167 dan pasal 385 yang didakwakan, maka menurut pendapat saya, itu unsur-unsurnya tidak terpenuhi. Maka mudah-mudahan terdakwa diputus bebas," ujarnya dengan penuh keyakinan.
Biasanya dalam konteks eksepsi, ini sudah tidak bisa dilanjutkan. Tetapi karena sudah dilanjutkan dalam persidangan, maka harus diselesaikan sampai akhir dan diputus bebas atau dilepaskan.
"Penilaian majelis hakim harus diputuskan sebagai nebis in idem yang harus dituangkan dalam amar putusannya. Tapi sejauh sidangnya obyektif, saya yakin ini lepas," ujarnya