Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Berudu atau Kecebong, makhluk hidup yang sedang menuju transformasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Lebih Dekat Kodok dan Kecebong

12 Oktober 2017   09:36 Diperbarui: 12 Oktober 2017   09:50 11699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siklus metamorfosis dari telur kodok hingga menjadi kodok

Setelah lengsernya Raja Singa, supermasi Hukum Rimba diterapkan di Wanamarta. Beberapa kali berganti raja, hingga akhirnya terpilih si Raja Kodok yang begitu adanya. Merasa berkuasa namun sebenarnya tanpa daya, mendengar tapi tidak mendengarkan, melihat namun tak memperhatikan, dan perkataannya sebatas suara "teot te blung". Namun si Raja Kodok pada saat itu memang paling sesuai dengan keinginan masyarakat hewan hutan Wanamarta.

Tetapi begitulah Si Raja Kodok senantiasa GR, merasa ditaati oleh aparatur dan seluruh rakyatnya. Si Raja Kodok selalu PD pada setiap sidang kabinet dengan instruksi "teot te blung" kepada menteri-menterinya. Sementara para menteri dari berbagai jenis hewan senantiasa berusaha mengerti dan bebas menginterpretasi arti instruksi "teot te blung" itu. Staf-staf ahli para menteri yang mayoritas kodok-kodok juga sudah mempersiapkan laporan dan segala sesuatunya dengan "trot te blung" dari masing masing kementerian. Walhasil keputusan dan kebijakan pemerintah selalu berisikan "teot te blung"

Tegaknya Hukum Rimba Wanamarta selalu digembar-gemborkan sebagai prestasi dari si Raja Kodok. Masyarakat kecebong, berudu, katak dan kodok terus-menerus membanggakan dan mengeluk-elukan kepemimpinan "teot te blung" dari si Raja Kodok. Mereka beranggapan bahwa perubahan dan pembangunan besar-besaran yang terjadi di Hutan Wanamarta hanya karena "teot te blung" dari si Raja Kodok. Padi menguning, "Teot te blung". Telur ayam menetas "teot te blung". Jaguar bebaskan kelinci yang ditawan anjing, "Teot te blung". Hujan di musim kemarau, "teot te blung". Ular semakin rajin tangkap tangan tikus, "teot te blung". Buaya menyergap kancil, "teot te blung". Kepercayaan masyarakat kodok terhadap si Raja Kodok semakin menguat, dan kaum muda kecebong terus berlomba-lomba mendukung segala kebijakan "teot te blung" dan mereka selalu teinspirasi oleh si Raja Kodok. 

Masyarakat kecebong para pendukung Kodok tidak peduli dan tidak mau tahu bahwa yang sebenarnya terjadi adalah Hukum Rimba yang akan tetap berlangsung meski bukan Kodok yang memimpin hutan.

Dikutip dari laman Kenduri Cinta, Cak Nun (Emha Ainun Nadjib)

******

Penulis mengutip sebuah satire yang indah dan menurut seorang jurnalis dari mass media olahraga diharamkan untuk dipergunakan sebagai upaya provokasi dan memberikan inspirasi bagi orang banyak. Satire adalah satire belaka, kurang lebih begitu.

Agar tidak terjebak perdebatan antara si naif (penulis) dengan si kritis (yang menyebutkan dirinya jurnalis dan jago diksi) maka perlu penulis sesekali keluar dari hiruk pikuk konstelasi politik Indonesia yang nir luhung. Jika dulu saat kecil kerap didongengin tentang budaya atau politik adi luhung adalah sebuah nilai tertinggi yang meletakkan moralitas, nilai-nilai keadaban dan kearifan lokal. Namun keadaan saat ini dimana yang salah disunggi dan yang benar dikriminalisasi maka perlu tetirah sehari atau seminggu dari konstelasi politik.

Mending kita mengambil ibrah dari tulisan diatas. Apa yang ingin kita dapatkan darinya? Penulis mengambil langkah sederhana. Sebuah pepatah yang paling klasik dari pernik-pernik khazanah bahasa Indonesia adalah, tak kenal maka tak sayang. Untuk itu penulis ingin memaparkan dengan pilihan diksi yang sederhana dan populis tentang kecebong atau berudu.

Kodok dewasa adalah fase atau tahap terakhir dari sebuah proses metamorfosis, secara umum urutan  metamorfosis kodok terdapat empat fase, yaitu fase telur -- fase kecebong--  fase kodok muda dan terakhir fase kodok dewasa. 

Kecebong ini memiliki bentuk seperti ikan kecil yang memiliki ekor. Pada saat telurnya menetas, kecebong ini tidak memiliki paru-paru. Sebagai gantinya ada insang yang membantu pernafasan yang dilakukan oleh kecebong. Insang yang ada pada kecebong ini memiliki area permukaan yang besar. Dengan menggunakan insang ini, maka kecebong bisa mendapatkan oksigen lebih. Kecebong atau berudu muda mempunyai insang yang terbuka. Ketika beranjak tua, insang mereka akan tertutup oleh kulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun