Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya muslim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhirnya 'Biang' Wahabisme Datang ke 'Islam Nusantara'

1 Maret 2017   16:09 Diperbarui: 1 Maret 2017   16:17 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhirnya King Salman menjejakkan kaki di bumi Indonesia, sebuah negara dengan jumlah mayoritas muslim terbanyak se-dunia. Tidak main-main untuk kedatangan Penjaga Dua Kota Suci Islam tersebut. Sebuah kunjungan berikutnya dari sebuah kerajaan yang meletakkan Islam sebagai agama resmi negara dan menjejalkan pemahaman 'kaku' terkait beberapa pandangan-pandangan yang menurut sebagain pemeluk Islam lainnya.

Raja yang memboyong ribuan pengikut tersebut kiranya akan menanamkam trilyunan rupiah investasi di Indonesia mengingat eksploitasi bahan bakar fosil semakin berkurang dan memaksa negara petrodollar tersebut mengalihkan fokus perdagangannya ke negara-negara yang berpotensi bisa memberikan profit atau keuntungan jangka panjang. Salah satunya pariwisata yang serupa pembangunan hotel-hotel premium atau destinasi wisata modern.

Juntrungan dari kedatangan King Salman juga bisa diartikan adanya sebuah sinyal kepada pemerintahan Indonesia untuk tidak lagi gegabah menjadikan ummat muslim bagaikan tamu di negara berpenduduk muslim terbesar ini. Beberapa ormas seperti NU atau Muhammadiyah telah menjadi jembatan informasi yang sepadan untuk menghindari terjadinya pengalihan isu-isu krusial yang berujung kepada terciptanya stigma-stigma negatif yang diarahkan kepada Islam atau pemeluknya.

kasus-kasus intoleran yang sejatinya bermuasal kepada keras kepalanya anasir-anasir yang diluar Islam untuk merobek-robek pemahaman yang menjadi mainstream, sebut saja Ahmadiyah, Syiah dan beberapa pentolan liberalisme yang membungkus gerakannya dengan sebutan Jaringan Islam. Pun juga dengan kasus-kasus penolakan pendirian rumah peribadatan yang sejatinya berlaku massif di beberapa provinsi. Entah itu pembangunan gereja atau masjid. 

Yang bingung dan kasihan adalah penganut wahabisme (pada persepsi yang lain sering disebut salafisme), yang menjadi tumbal untuk sebuah keberagaman yang dipaksa oleh segelintir penganut keyakinan di tengah samudera penganut islam di Indonesia. Istilah-istilah dangkal dan teledor seperti Islam Nusantara untuk sekedar menjadi polisi tidur eksistensi aliran besar umat Islam tersebut.

Konyolnya lagi, Islam Nusantara katanya tersebut tergopoh-gopoh menyambut 'biangnya' Wahabisme yang datang hendak membantu Indonesia keluar dari cengkraman beludak berekor dua, kapitalisme sekaligus ateisme yang dibaluti sesajen masalalu bernama Komunisme.

Salam Galau!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun