Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukan Seniman Saja, Kompasianer pun Prihatin Indonesia Pantati Laut

6 November 2014   07:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:30 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pameran Akbar dan Lelang Amal Lukisan dan Patung Selamatkan Laut Kita!" Demikian tajuk Pameran dan Lelang karya seni itu tergelar pada  20-30 September 2001 di Museum Nasional Jakarta. Keprihatinan itu dimotori oleh Irma Hutabarat sebagai Ketua Panitia penyelenggara Pameran dan Lelang Lukisan dan Patung terakbar selama ini dapat digelar.

[caption id="attachment_333324" align="aligncenter" width="700" caption="Foto Katalog Pameran Akbar dan Lelang Amal Lukisan dan Patung, 2001, pustaka keluarga, dokumen pribadi"][/caption]

Sebagaimana keprihatikan itu disampaikan oleh Irma Hutabarat dalam kata sambutannya pada katalog pameran, Kondisi biota laut Indonesia gawat, sama buruknya dengan hutan kita yang terus dibabat oleh tangan-tangan tak bernurani. Tidak banyak yang paham, betapa besar dampak yang diakibatkan oleh kerusakan tesebut, bahkan banyak di antara pelukis dan pematung belum pernah melihat biota laut, namun melalui pameran ini diharapkan pemahaman dan kecintaan laut kian bersemi.

[caption id="attachment_333325" align="aligncenter" width="490" caption="Foto lukisan Rukmini Yusuf Affandi, Selamatkan Laut Kita! Museum Nasional, 2001, dokumen pribadi"]

14152077732140685316
14152077732140685316
[/caption]

Keprihatinan itu sangat beralasan sekali, begitu luasnya laut Indonesia tetapi nampaknya bangsa ini belum berjaya juga dengan lautnya. Padahal apabila pandai dan rela bersusah payah mengelola laut dengan baik, bangsa ini tentu tidak akan kekurangan persediaan makanan yang sangat tinggi hieginis manfaatnya bagi kesehatan manusia. Semua yang ada di luat mempunyai potensi dan nilai yang tinggi bagi kesehatan manusia. Baik yang berupa kekayaan ikan-ikan dan berbagai kekayaan biota laut yang melimpah bermanfaat untuk berbagai keperluan konsumsi manusia. Realitas semacam itu, lewat Pameran lukisan dan Patung waktu itu diharapkan dapat menyadarkan, dan membangkitkan bangsa Indonesia dengan sungguh-sungguh mengelola lautnya.

Hutabarat meyakinkan dalam sekapur sirih dalam katalog pameran, "kekayaan alam Indonesia termasuk kekayaan laut dan terumbu karang bukanlah warisan, melainkan titipan yang harus kita jaga dengan baik sehingga generasi yang akan datang dapat merasakan manfaatnya dan berterima kasih atas upaya penyelamatan yang kita lakukan sekecil apa pun upaya itu tetap berharga dan mudah-mudahan pameran lukisan ini dapat menjadi langkah awal bagi suatu upaya panjang pelestarian Terumbu Karang dan Laut Kita."

Ketua Yayasan Penyelamatan Terumbukarang, Victor P.H. Nikijuluw, pada saat pameran digelar juga memberikan apresiasi yang sangat tinggi terhadap laut Indonesia. Dengan Yayasan yang didirikan itu ikut membantu pemerintah dalam proses pembelajaran dan penyadaran  betapa pentingnya terumbukarang dan menjaga dengan baik ekosistem luat sama halnya akan menyelamatkan bangsa Indonesia.

Pentingnya pengelolaan laut dengan terumbukarangnya memberikan indikasi bahwa penyadaran dan pembelajaran pemanfaatan yang baik harus selalu dikedepankan. Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu dijabat oleh Rokhmin Dahuri memberikan alasan, "bila trend pola pemanfaatan dan eksploitasi terumbu karang oleh manusia Indonesia tidak berubah maka sekitar 6, 20% terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya serta 28, 30% yang dalam kondisi baik itu akan bisa juga menjadi rusak. Akibatnya, sudah bisa diduga, Indonesia akan mengalami kerugian yang cukup besar, baik dari sisi jumlah produksi ikan maupun jasa-jasa lain yang bisa dihasilkan."

Keprihatinan akan adanya indikasi Indonesia memantati laut datang dari I Gede Ardika yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI. Dengan tegas pula disampaikan oleh A. Malik Fadjar sebagai Menteri Pendidikan Nasional, "sebagaimana kita maklumi, laut kita yang begitu luas merupakan aset nasional yang kita miliki. Namun kondisi perlautan kita mengalami kemunduran yang terus-menerus secara cepat, baik karena proses alami maupun karena aktivitas manusia. Banyak sekali perbuatan manusia terhadap alam yang bersahabat, namun tidak sedikit yang bersifat egois, sehingga merusak laut kita dengan kekayaan di dalamnya. Kita, pemerintah dan masyarakat, harus bisa bahu-membahu memelihara laut kita untuk kepentingan pelestarian keindahannya maupun khasanah kekayaannya." Segeram dengan Fadjar, Manuel Kaisiepo, Menteri Muda Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia menyatakan, "tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa kerusakan terumbukarang di perairan laut kita khususnya di Kawasan Timur Indonesia dewasi ini sudah sedemikian parah dan sangat mempribatinkan."

Keprihatinan itu mengusung pesan agar supaya laut kita dikelola dengan serius dan dapat mencapai sasaran yang tepat, maka Menteri Negara Lingkungan Hidup saat itu dijabat oleh Nabiel Makarim, MPA, MSM. Memastikan ambil solusi dengan berbagai program yang dicanangkan langsung oleh pemerintah, "di antara program penyadaran masyarakat tersebut, yang saat ini sedang berlangsung adalah Program Pantai dan Laut Lestari, yang salah satu kegiatannya adalah Terumbukarang dan Mangrove lestari (Teman Lestari) dan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP).

Laut dengan terumbukarang, biota laut di mata seniman dan kompasianer sama halnya dengan alam lainnya, bisa baik dan bisa buruk. Kebaikannya akan memberikan kenyamanan dan kesejahteraan manusia dan kerusakannya dapat mengunduh risiko yang membahayakan kelangsungan hidup manusia. Mungkin sekarang belum dapat dirasakan secara langsung, namun tentu hal semacam itu sama halnya kita mewariskan dampak kerusakan kepada anak cucu kita di belakang hari. Lebih tragis lagi kekayaan itu hanya tinggal dalam catatan sejarah mereka. Karena itu, dalam konteks Pameran Akbar Lukisan dan Lelang Amal Selamatkan Laut Kita, "tidak dalam pengertian sebagai representasi dari karya-karya yang dipaerkan, tetapi lebih pada slogan dalam membangun imaji dan kesadaran bersama untuk mengkampayekan persoalan pelestarian lingkungan hidup." Demikian Sukmana menjelaskan dalam Menggugah Inspirasi Seni dan Peduli Lingkungan.

Senada dengan ungkapan  filosofis Agus Burhan dalam Pesan Moral dan Aksi Sosial untuk Terumbu Karang mengungkapkan, "fenomena pengalaman aestetik itu bisa disebut sebagai lirisme. Namun, kaidah proses kreatif ini, masih kokoh dianut banyak seniman karena ada keyakinan bahwa seni adalah ungkapan perasaan yang subtil. Objek hutan terbakar sekali pun, apalagi gugusan terumbu karang yang terkucil di dasar laut, akan diungkapkan lewat pengalaman dan bentuk aestetik yang subtil." Kemarahan, kegusaran, kegundahan, dan kegalauan atas respon kerusakan laut masing-masing individu berbeda. Dan berbeda pula dalam menyampaikan aspirasinya. "Lingkungan, senimanm dan karya seni rupa. Dimanakah mereka bertemu dan saling memberikan perhatian? Sejumlah upaya saya kira sudah dilakukan oleh berbagai pihak." Demikian tegas Suwarno Wisetrotomo dalam Menggalang Kesadaran (Catatan di Sekitar Seni Rupa dan Lingkungan). Semoga, insyaallah, kompasianer dengan tulisan ini dapat berperan dedikasinya pada kepedulian kelestarian pada laut kita, Indonesia.Imam Muhayat, Bali, 6 November 2014.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun