Waktu adalah nikmat agung yang Allah berikan kepada setiap manusia dalam menjalani kehidupan. Banyak sekali manusia yang terperdaya oleh waktu, sehingga menganggap waktu hanya seperti angin yang berlalu begitu saja. Namun hanya orang yang sadar saja yang benar-benar mengerti arti sebuah waktu.
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menyebutkan sebuah perkataan:
الْوَقْتُ سَيْفٌ فَإِنْ لَمْ تَقْطَعْهُ قَطَعَكَ، وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلْتَهَا بِالْحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالْبَاطِلِ
“Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka ialah yang akan menebasmu. Dan jiwamu jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebatilan” (Dinukil oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Al-Jawaab Al-Kaafi hal 109 dan Madaarijus Saalikiin 3/129).
Berbeda dengan para ulama, mereka yang memiliki predikat pewaris nabi. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu yang Allah anugerahkan di gunakan sebaik-baiknya. Terutama dalam manajemen waktunya, sehingga setiap detik waktu yang ia miliki akan berbuah selaksa manfaat.
Banyak ayat Alquran yang menjelaskan tentang waktu. Al-Qur’an surah Al ‘Ashr (103) jelas merupakan sebuah landasan ideal tentang bagaimana perlunya menghargai waktu. Bahkan ayat pertama dalam surat tersebut dikaitkan dengan keimanan dan amal nyata jika ingin berhasil menjalani dalam kehidupan ini.
Surah Al-‘Ashr menekankan bahwa Allah SWT memperingatkan kita tentang betapa pentingnya waktu dan bagaimana seharusnya waktu tersebut dimanfaatkan. Sama halnya yang diungkapkan oleh Imam Syafi’I, yang mengungkapkan: “Kalaulah manusia benar-benar memperhatikan isi kandungan surah ini, sesungguhnya cukuplah surah ini menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia.”
Dalam Islam, ciri-ciri seseorang yang menghargai waktu. Seorang muslim yang memiliki kewajiban dalam mengelola waktunya dengan baik. Ajaran Islam beranggapan pemahaman pada hakikat menghargai waktu merupakan salah satu indikasi dari sebuah keimanan dan bukti ketaqwaan seseorang. sebagaimana yang dijelaskan dalam QS AL-Furqan ayat 62, yang artinya: “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Namun dalam kitab tafsir Al Quran Al Adzim,Ibnu Katsir memaknai al ashr sebagai zaman,waktu,atau masa yang terkandung perbuatan manusia,meliputi perbuatan baik ataupun perbuatan buruk. Mufassir lain seperti Fakhruddin Al Razi menyatakan bahwa al ashr bermakna sumpah Allah terhadap waktu. Sedangkan, Imam Malik pernah berkata dari Zaid bin Aslam,al ashr adalah waktu sore.Dari beberapa pendapat di atas,pemaknaan al ashr oleh Ibnu Katsir lebih populer dikalangan mufassirin.Di dalam surat al ashr ayat kedua,Allah bersumpah bahwa manusia benar-benar berada dalam kerugian dan kerusakan yang amat besar. Kemudian pada ayat ketiga,Allah mengecualikan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dengan seluruh anggota tubuhnya dari golongan orang-orang yang rugi. Selain itu,Allah juga mengecualikan orang-orang yang saling menasehati dalam ketaatan dan kebenaranserta meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah. Allah juga mengecualikan orang-orang yang saling menasehati dalam kesabaran. Kesabaran yang dimaksud adalah kesabaran atas musibah, takdir serta gangguan dari orang yang menyakiti.
Kunci kesuksesan manajemen waktu dalam surah Al-Ashr ada empat:
- Beriman, meyakini Allah dan selalu berprasangka baik kepada-Nya dalam setiap proses kehidupan.
- Beramal saleh, mengisi waktu dengan perbuatan baik sebagai bekal di akhirat agar tidak termasuk golongan yang merugi.
- Saling menasihati dalam kebenaran, mengingatkan sesama agar hidup lebih bermanfaat dan waktu tidak terbuang sia-sia.
- Bersabar, bersabar dalam taat, menjauhi maksiat, dan menghadapi ujian, serta yakin bahwa setiap cobaan ada hikmahnya.
Keseluruhan pesan surat Al-Ashr menekankan pentingnya iman, amal baik, saling menasihati, dan kesabaran. Semua itu harus dijalani dengan ilmu dan diterapkan dalam kehidupan agar terhindar dari kerugian.