Mohon tunggu...
abang redi ilyasa
abang redi ilyasa Mohon Tunggu... -

saya punya motto hidup "yang paling mahal di dunia ini adalah kesederhanaan". sangat suka basket, sepakbola, musik, trekking dan travelling.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara "Praktis" Menentukan Awal Puasa

9 Agustus 2010   23:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:10 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selesai shalat maghrib, Pak Giman, Kang Yuri dan saya berkumpul di pelataran masjid. Waktu itu menjelang bulan ramadhan. Di Indonesia, kadang-kadang kaum muslimin berbeda pendapat soal waktu awal shaum dan hari raya idul fitri. Biasanya, masing-masing pribadi mengikuti jadwal yang ditentukan oleh ormas Islam atau pimpinan jamaah yang menjadi ikutannya.

”Kalau, Pak Gim, kapan mulai puasanya ?”tanya Kang Yuri, setelah kami ngobrol ngalor-ngidul berbagai masalah sosial, ekonomi, politik, budaya hingga kuliner yang lagi ”in”.

”Saya jelas ikut komando Profesor Din Syamsudin saja. ’Kan saya ’rakyat’-nya beliau. Nih, buktinya !”jawab Pak Giman sambil menunjukkan kartu anggota Muhammadiyah dan memamerkan senyum lebarnya.

”Kalau, Kang Yuri sendiri, kapan mulai puasa ?”timpal saya menanyai Kang Yuri yang manggut-manggut dengan kening berkerut, saat mengamati kartu tanda member Muhammadiyah-nya Pak Giman.

”Ya, saya mah jelas ikut keputusan Kang Said (nama panggilan Ketua Umum PBNU 2010-2015) saja. ’Kan saya ini anggota Anshor. Jelas manut-nya sama beliau atuh.”jawab Kang Yuri spontan.

”Memangnya kamu punya kartu anggota Pemuda Anshor, Yur ? Saya kok ndak pernah lihat situ pakai seragam Banser.”selidik Pak Giman dengan tatapan sinisnya.

”Lho, ya ada atuh, Pak. Sudah pasti saya punya kartu anggotanya. Tapi, buat apa saya bawa-bawa,”sungut Kang Yuri. “Jadi Anshor itu ‘kan niatnya harus lillaahi ta’alaa. Kalau pamer percuma saja.”tambahnya dengan penuh keyakinan.

“Nah, kalau kamu ikut siapa nih, Red.”alih Pak Giman kepada saya, meskipun raut wajahnya tampak masih penasaran untuk berdebat atau menginterogasi Kang Yuri.

“Kalau saya kartu Muhammadiyah enggak punya, kartu anggota NU juga enggak punya. Ya, saya pakai ini saja,”jawab saya sambil memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk RI.”Karena saya anggota Republik Indonesia, saya ikuti saja bagaimana keputusan mereka yang mengeluarkan Kartu ini.”

“Hahaha ¡” Kami bertigapun tertawa, setelah saya menjawab pertanyaan Pak Giman dan melempar Kartu Tanda Penduduk saya ketengah-tengah halaqoh. Bersamaan dengan itu adzan-pun mengalun dari speaker masjid kami. Ah, perbedaan adalah rahmat.(aea)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun