Hari ini Sri Mulyani mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE)Jokowi yang ke-16. PKE ini dikeluarkan dalam kondisi utang pemerintah yang meroket naik menjadi Rp 4.478 Triliun dan Defisit Transaksi Berjalan mencapai 3,37% PDB.Â
Jika dilihat dari scorecard yang dibuat Blomberg, Indonesia masuk menjadi negara paling ringkih ekonominya no.3 didunia setelah Turki dan Afrika Selatan karena defisiit dan utang itu.
Bagaimana tidak? Utang naik 15% sementara pertumbuhan ekonomi hanya sepertiganya? Terus utang untuk apa? Apa karena yang dibangun pake material asing, tenaga kerja asing dari supir, tukang las hingga tenaga ahli? Eh malah TK asing ini makin diberi kemudahan melalui regulasi?
Sekarang PKE yang dikeluarkan Jokowi lebih jelas memberi ruang asing menguasai 100% saham di 54 usaha. Jadi PMA (pemilik modal.asing) 100%. Jika 100%, maka dia berfungsi sebagai pengendali. Beda dengan kemitraan, share lokal, kendali usaha masih dimiliki bersama, asing dan lokal.
Ngeri, karena 54 usaha itu banyak dikelola masyarakat, dari masalah usaha pengupasan dan pembersihan umbi umbian, wisata, usaha kayu, jasa survei, aneka jasa lainnya, dll.
Masyarakat akan berkompetisi head to head dengan pemilik modal besar asing. Akhirnya usaha masyarakat akan berguguran, yang menang bersaing adalah usaha asing tersebut? Mereka pengendali usaha di bumi Indonesia?
Yang parahnya asing juga bisa.menguasai 100% industrial rokok kretek, rokok putih. Di negara lain industrial rokok adalah sunset industry, karena kuatnya regulasi larangan merokok di luar negeri. Iklan di TV, billboard aja gak ada, konsumennya menipis.
Sementara di Indonesia surga bagi industri rokok karena jumlah konsumen yang meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Iklan bertaburan dimana mana. Anak kecil terpapar rokok sudah biasa.
Bayangkan mereka akan berduyun duyun masuk.ke sini, merusak generasi muda, dan menggerus kesehatan rakyat Indonesia. Penyakit karena rokok termasuk yang bikin bankrut BPJS. Ujung ujungnya negara juga yang menanggung defisit BPJS yang bisa tembus belasan triliun rupiah?
Begitu juga wisata. Seharusnya pengelolaan berbasis lokal. Kepemilikan lokal. Indonesia juga harus menjaga daya dukung lingkungan wisatanya, bukan untuk dieksploitasi gila gilaan. Karena wisata juga membutuhkan keberlanjutan suplai air bersih, pengelolaan limbah.
Aneh saja rasanya kebijakan ini. Bukannya saya anti asing, tetapi kemitraan itu tetap yang paling baik. Toh usahanya di Indonesia, tanah Indonesia, air Indonesia.