Jika kita ke Bali, mesti melihat banyak bus-bus turis Tiongkok berseliweran. Memang kalau dulu turisnya dominan bule, sekarang Tiongkok. Jumlah turis Tiongkok yang datang ke Indonesia 1,9 juta orang, 70%nya atau 1,38 juta ke Bali.
Kalau kata supir travel kita, itu bus pake agennya sendiri, guide sendiri, tokonya sendiri, restonya sendiri, beli produknya sendiri. Jadi gak ada tuh mereka jalan jalan di sepanjang legian kuta untuk mampir di toko toko souvenir yang memanjakan mata, produk kerajinan Bali yang unik dan indah.
Ternyata itu bukan rumour belaka. Gubernur Bali, I Wayan Koster, sudah buka bukaan dengan jajarannya soal jaringan mafia Tiongkok yang menguasai pariwisata Bali. Jaringan usahanya mau ditutup.
Langkah pertama disidak dulu. Ketika disidak itu, banyak usaha yang tidak berijin. Ada yang berijin tetapi ternyata dari pusat? Produk yang dijualpun bukan produk Bali. Tetapi produk dari Tiongkok. Ada juga temuan produk palsu. Lah tidak berijin kok bisa beroperasi yak?
Tetapi sayang, Gubernur dan bupati belum satu kata. Kalau bupati Badung inginnya yang ditutup yang tidak berijin saja. Sementara yang berijin dikaji dulu. Sedangkan Gubernur Koster, yang telah berani menghentikan reklamasi teluk Benoa, ingin semuanya ditutup. Karena bikin usaha pariwisata Bali tidak sehat. Citra Bali menjadi buruk.
Disebut mafia karena mereka beroperasi dari Hulu ke hilir. Mensubsidi travel 'Zero Dollar to Bali', jadi turis dengan modal ongkos pesawat sudah bisa ke Bali. Ketika disini sudah harus masuk ke jaringannya. Duitnya ke mereka mereka jugak.
Makanya dari hitungan pemprov Bali, potensi kehilangan pendapatan akibat adanya mafia Jaringan Tiongkok ini sekitar 26 juta dollar. Ini mesti belum masuk hitungan sumber daya air yang terserap oleh pariwisata Bali, dimana pariwisata Bali paling banyak menyedot air tanah. Dan 10 tahun lagi air tanah Bali bisa kering. Jadi eman emanlah dengan regulasi yang strict soal pariwisata ini.
Bali itu indah banget. Termasuk tujuan wisata dunia. Diharapkan yang datang memang bisa mensejahterakan penduduk lokalnya. Meningkatkan pendapatan derahnya. Menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja lokalnya.Â