Sebenarnya APBN ini untuk siapa sih? Tunjangan Hari Raya (THR) Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak sekedar gaji pokok, tetapi juga tunjangan keluarga dll memakai APBN hingga Rp 35,76 Triliun.Â
Untuk THR ASN Â ini, ketua Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan ketidak setujuannya. Katanya sampai sekarang kinerja birokrasi masih buruk, hingga dunia usaha kehilangan momentum. Apalagi ASN banyak privilege (hak istimewa) nya dibandingkan swasta. Jam kerja lebih singkat dan cuti lebih panjang.Â
Selain membiayai THR seperti itu, Presiden juga membentuk badan baru BPIP yang ketua Pengarahnya merupakan ketua Parpol PDIP. Hak keuangan BPIP lebih tinggi dari Presiden, belum lagi biaya operasionalnya dll yang mestinya dari APBN.Â
Padahal fungsi BPIP ini bisa saja diintegrasikan ke lembaga atau kementrian yang sudah ada. Misalnya menghidupkan kembali mata pelajaran PMP, pendidikan moral Pancasila, di sekolah negeri, swasta dan pesantren. Atau fungsi integrasi itu ada di KSP atau kantor staf presiden. KSP ini makin gemuk terus, dengan total jumlah pegawai mencapai 70 orang.Â
Ada lagi yang lain? Ini baru saja dengar peningkatan gaji babinsa secara fantastis, 771%. Tentu saja kenaikan itu baik, tetapi apakah ada ukurannya, mengapa sampai setinggi itu?
Selain itu, yang paling parah juga adalah Indonesia jadi tuan rumah untuk acara annual meeting IMF World Bank di Bali bulan Oktober 2018 ini. Dana yang keluar untuk acara 3 hari (12-14 Oktober) itu mencapai nyaris Rp 1 Triliun.Â
Luar biasa, tidak ada sense sama sekali bahwa pada bulan April 2018 Menkeu Sri Mulyani menyebutkan APBN 2018 sudah defisit Rp 55,17 Triliun. Untuk perkiraan hingga akhir tahun 2018, APBN Perubahan  memprediksikan defisit 2,92% dari PDB, yang berarti nyaris batas aman 3% berdasarkan UU Keuangan Negara no.31 tahun 2007.
Defisit anggaran, bukannya makin ketat menjaga pengeluaran, pemerintah malah jor joran pengeluarannya untuk yang kurang esensial. Jika begini, bagaimana mau alokasi untuk program yang strategis? Dari utang?
Tampaknya iya, karena Bank Dunia kembali memberi pinjaman USD 300 juta untuk mengembangkan pariwisata. Padahal utang pemerintah sudah mengkhawatirkan, Rp 4100 Triliun. Belum lagi utang BUMN yang sekitat Rp 4100 Triliun juga. Penggabungan utang itu sudah mencapai 63% dari PDB.Â
Berhati hatilah APBN itu uang rakyat, dan utang itu yang bayar rakyat hingga anak cucu kita.