Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Ojek Online", Dari Harapan Jadi Penindasan?

24 April 2018   11:30 Diperbarui: 25 April 2018   03:45 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (kompas.com)

Kemarin puluhan ribu pengemudi ojek online (ojol) kembali berdemo di depan gedung DPR MPR. Ini adalah demo lanjutan setelah sebelumnya demo di depan istana pada tanggal 27 maret 2018 lalu.

Ketika demo didepan istana tersebut, perwakilan ojol sudah diterima pihak istana. Dan pihak istana berjanji akan memberi keputusan yang adil. Tetapi ternyata janji tinggallah janji. Makanya mereka demo lagi didepan gedung wakil rakyat, dengan harapan suaranya didengar.

Mengapa mereka demo? Tidakkah ojol memberikan peluang penghasilan yang menjanjikan? 

Saya pernah bertanya kepada seorang pengemudi gosend, yang mengantar bojol (belanja online) saya. Dia tertatih karena motornya kepleset, dan celananya robek. 

Saya tanya, hari ini bawa berapa produk dari tempat yang sama? Katanya 3, tapi ngirimnya berjauhan. Berapa pendapatan sehari? Bisa ratusan ribu? 

Enggak, katanya. Karena sudah kecapekan. Apalagi kalau sudah dapat musibah gini, mesti langsung pulang. 

Memang, pendapatan pengemudi ojol sekarang jauh banget dibandingkan dengan ketika awal diluncurkan. Dulu mah bisa  lebih dari Rp 7 juta kalau rajin ngambil orderan.

Sekarang? Apalagi dengan tarif yang ditentukan  aplikator, Rp 1600 per km. Ampun deh, saya menghitung, untuk mencapai UMP Jakarta Rp 3,6 juta saja, mereka harus menerima orderan sepanjang 85 km setiap hari (tanpa libur, dengan hitungan  85 x Rp 1600 - Rp 15000 untuk bensin, kali 30 hari). 

Itu lebih dari setengah perjalanan ke Bandung. Kebayang gimana capeknya, apalagi ditambah situasi macet, cuaca dan kendala  lainnya di jakarta.

Sementara sang aplikator, walau ambil recehan, tapi dari berapa juta transaksi? Apakah ini bukan penindasan? Apalagi pihak aplikator baru mendapatkan suntikan investasi asing trilyunan rupiah, harusnya bisa membuat skema yang lebih adil.

Bukan hanya suntikan invetasi, tetapi pihak aplikator juga bekerjasama dengan ratusan ribu merchant (gojek lebih dari 125 ribu). Itu gak gratis loh, bayarnya lumayan (pengalaman pernah kerjasama). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun