Mohon tunggu...
Ilma Darojatin
Ilma Darojatin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pendayagunaan Teknologi Nuklir Akan Mempermudah Diagnosis Tuberkulosis

22 Februari 2019   16:05 Diperbarui: 1 Maret 2019   03:46 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi TB kelenjar getah bening yang merupakan kasus TB ekstra paru terbesar. Gambar diambil dari laman news.un.org (21 Februari 2019)

 

BATAN mengembangkan radiofarmaka Teknesium 99m-etambutol yang dapat menjadi solusi deteksi dini tuberkulosis, termasuk tuberkulosis ekstra paru yang selama ini sulit didiagnosis.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tidak hanya jaringan parenkim paru (TB paru), bakteri TB dapat pula menginfeksi jaringan dan organ tubuh lain, seperti sendi, tulang, usus, kulit, selaput otak (meninges), dll. TB inilah yang kemudian dikenal sebagai TB ekstra paru. Menurut WHO, dari 6,3 juta kasus tuberkulosis baru dan kambuh di dunia pada tahun 2016, 15% kasus merupakan TB ekstra paru.

TB menjadi perhatian utama negara-negara berkembang karena merupakan penyebab kematian nomor satu akibat infeksi. Berdasarkan Global Tuberculosis Report WHO tahun 2017, Indonesia merupakan salah satu dari 20 negara berkembang dengan masalah TB terbesar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pemerintah memprioritaskan pencegahan dan pengendalian TB di sektor kesehatan dan bertekad untuk memberantas TB pada tahun 2030.

Diagnosis TB Sulit Ditegakkan

Salah satu tantangan program pemberantasan TB adalah sulitnya penegakkan diagnosis TB secara klinis. WHO melaporkan bahwa satu per tiga kasus TB tidak terdiagnosis atau terlambat didiagnosis. Selama ini, diagnosis TB paru bergantung pada metode konvensional, seperti uji apus sputum, pemeriksaan adanya bakteri tahan asam (BTA), foto rontgen, dll. Namun, hasil uji ini kurang meyakinkan dokter dalam menegakkan diagnosis pada pasien karena rendahnya sensitivitas uji. Tidak hanya itu, diagnosis konvensional membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperoleh hasil. Misalnya saja, uji keberadaan BTA pada pasien membutuhkan waktu 4-8 minggu.

Berbeda dengan diagnosis TB paru, deteksi TB ekstra paru bahkan lebih sulit dan bersifat invasif karena membutuhkan pembedahan untuk menguji spesimen jaringan atau organ yang terinfeksi bakteri TB. Selain menimbulkan nyeri, metode ini tentunya berisiko menyebabkan infeksi jika dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas terbatas.

Teknik Pencitraan Menggunakan Radiofarmaka Teknesium 99m-Etambutol

Foto pencitraan SPECT/CT rongga dada dari seorang pasien TB aktif. Berdasarkan hasil uji spesimen jaringan, pasien tersebut mengalami peradangan pada ruas tulang belakang dalam rongga dada akibat infeksi bakteri TB (ditandai dengan garis merah) . Gambar sebelah kiri merupakan citra sebelum pasien diinjeksi Tc 99m-etambutol, sedangkan gambar sebelah kanan adalah citra setelah pasien diinjeksi Tc 99m-etambutol. Penggunaan radiofarmaka Tc 99m-etambutol tidak hanya memperjelas lokasi peradangan pada tulang, tetapi juga lokasi infeksi TB di sekitar area tulang (ditunjukkan dengan warna kuning keemasan pada gambar sebelah kanan). Gambar diambil dari Kartamihardja, A. H. S. dkk., Diagnostic value of 99mTc-ethambutol scintigraphy in tuberculosis: compared to microbiological and histopatological tests, Annals of Nuclear Medicine 32: 60-68, 2018.
Foto pencitraan SPECT/CT rongga dada dari seorang pasien TB aktif. Berdasarkan hasil uji spesimen jaringan, pasien tersebut mengalami peradangan pada ruas tulang belakang dalam rongga dada akibat infeksi bakteri TB (ditandai dengan garis merah) . Gambar sebelah kiri merupakan citra sebelum pasien diinjeksi Tc 99m-etambutol, sedangkan gambar sebelah kanan adalah citra setelah pasien diinjeksi Tc 99m-etambutol. Penggunaan radiofarmaka Tc 99m-etambutol tidak hanya memperjelas lokasi peradangan pada tulang, tetapi juga lokasi infeksi TB di sekitar area tulang (ditunjukkan dengan warna kuning keemasan pada gambar sebelah kanan). Gambar diambil dari Kartamihardja, A. H. S. dkk., Diagnostic value of 99mTc-ethambutol scintigraphy in tuberculosis: compared to microbiological and histopatological tests, Annals of Nuclear Medicine 32: 60-68, 2018.
Menjawab tantangan tersebut, Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) BATAN mengembangkan kit diagnostik Teknesium 99m-etambutol (Tc 99m-etambutol). Untuk membuat radiofarmaka ini, etambutol ditandai dengan teknesium 99m (Tc 99m). Etambutol merupakan antibiotik yang dapat berikatan spesifik dengan dinding sel M. tuberculosis, sedangkan Tc 99m adalah perunut radioaktif yang dapat memancarkan sinar gamma.

Jika radiofarmaka tersebut disuntikkan ke dalam tubuh pasien TB aktif, maka Tc 99m-etambutol akan berikatan dengan dinding sel bakteri TB dalam tubuh pasien. Alhasil, perunut ini terakumulasi pada jaringan dan organ yang terinfeksi bakteri TB. Sinar gamma yang dipancarkan obat kemudian ditangkap oleh perangkat pencitraan kamera gamma, seperti SPECT/CT scan. Pada monitor alat ini akan terbentuk citra tubuh pasien dengan penampakan lokasi-lokasi infeksi TB yang berbeda dari bagian tubuh lain yang tidak terinfeksi.

Teknik pencitraan Tc 99m-etambutol tidak hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis TB paru, tetapi juga dapat mendeteksi keberadaan TB yang letaknya jauh di dalam tubuh pasien yang diduga menderita TB ekstra paru.

Lebih Unggul Dibandingkan Diagnosis Konvensional 

Peneliti BATAN yang bekerja sama dengan peneliti dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia menemukan bahwa teknik diagnosis pencitraan menggunakan sediaan Tc 99m-etambutol lebih unggul dibandingkan metode diagnosis konvensional. Karena lebih sensitif dan spesifik, teknik pencitraan ini akan membuat deteksi TB menjadi lebih mudah dan akurat. Selain itu, hasil tes bisa didapatkan lebih cepat hanya dalam hitungan jam.

Pasien yang takut akan radiasi tidak perlu khawatir karena dosis paparan radiasi dari obat ini cukup rendah. Studi menunjukkan bahwa Tc 99m-etambutol pada dosis tersebut aman digunakan, bahkan untuk orang lanjut usia. Berdasarkan penelitian, radiofarmaka ini tidak menimbulkan efek samping yang berarti.

Efektivitas radiofarmaka Tc 99m-etambutol karya BATAN telah teruji secara klinis di kedokteran nuklir RSHS, RSUD Karyadi Semarang, dan RSUP Haji Adam Malik. Pihak rumah sakit pun merasa puas dengan hasil pencitraan Tc 99m-etambutol. Kini, PTRR bekerja sama dengan PT. Kimia Farma untuk memenuhi persyaratan registrasi kit diagnostik tersebut ke BPOM. Di masa mendatang, kit ini diharapkan dapat menjadi karya anak bangsa yang dapat membantu program pemerintah untuk mengeliminasi TB pada tahun 2030.

Sumber

Global Tuberculosis Report 2017. Halaman 66. Dapat diakses di https://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr2017_main_text.pdf

Kartamihardja, A. H. S., Kurniawati, Y., Gunawan, R., Diagnostic value of 99mTc-ethambutol scintigraphy in tuberculosis: compared to microbiological and histopatological tests, Annals of Nuclear Medicine 32: 60-68, 2018.

Miklos, Gaspar (2018, 28 Agustus). Indonesia Develops Radiopharmaceutical for Diagnosis of Tuberculosis Outside the Lungs. Dikutip 19 Februari 2019 dari laman https://www.iaea.org/newscenter/news/indonesia-develops-radiopharmaceutical-for-diagnosis-of-tuberculosis-outside-the-lungs

Roselliana, Anna dkk., Validasi proses pembuatan kit etambutol kemasan tunggal untuk radiofarmaka deteksi tuberkulosis, Makalah Paralel C, ISBN:978-602-73159-8.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun