Mohon tunggu...
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Q. Moehiddin Mohon Tunggu... -

Sekadar berbagi pemikiran untuk nilai-nilai yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Money

ACFTA: The King of the Thief

25 Juni 2010   07:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:17 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

(Manuver Negatif Direct Broker ; Apa Mungkin Model Beginian Bersaing di ACFTA?)

(Bagian Keenam dari Enam Tulisan Seri Tolak ACFTA - Habis)

Oleh Ilham Q. Moehiddin

Wuihhh...selesai juga tuh Pansus Century. Tiga bulan parlemen mengolah kasus hukum perbankan itu di atas ranah yang lebih politis. Tiga bulan para penggagas hak angket berjibaku dengan berbagai asumsi dan teknis perbankan-yang bahkan beberapa di antara mereka tak paham sama sekali. Tetapi, begitulah...namanya juga urusan politik, tentunya nuasanya sangat politis, bukan?

***

SAYA tidak akan mengulas masalah Bank Century itu dengan segala macam teknis perbankan. Tak elok, takut keliru. Saya belum paham benar soal silang-sengkarut teknis perbankan itu. Masalah pada bank itu, kian menambah miring penilaian dunia usaha asing terhadap kondisi perbankan di Indonesia. Selepas kasus ini, penilaian mereka terhadap perbankan Indonesia makin sumir.

Lha...saya pernah mengalaminya kok. Ketika itu, saya ada buy offer untuk memenuhi pesanan Cashew Nut 40 ton per bulan. Buyer-nya Cafe Geurme di Jerman sana. Cafe ini memutuskan mengganti kacang tanah yang kerap mereka gunakan sebagai snack kala minum beer, dengan mete yang memang lebih gurih. Pemesanan itu melalui broker yang berkantor di London, Blade Marketing Company. Broker person-nya seorang Pakistan Muslim bernama Riaz Ali.

Nah, karena saya menyanggupi dapat memenuhi quota-nya, dan karena baru kali ini saya berlagak-lagak sebagai eksportir, saya pun merasa harus men-cap diri masih amatiran dong... Karenanya pula, saya harus tahu-mau tidak mau-dengan segala teknis impor; macam porto folio ekspor-impor, regulasinya, urusan grade, spesifikasi, sucofindo, kemasan, dan lainnya.

Saya juga harus mempelajari peta untuk sekadar tahu mete saya nanti akan lewat mana-walau sebenarnya urusan itu sudah di-handling oleh perusahaan forwarding. Tetapi, karenanya saya jadi tahu; bahwa dari Laut Utara, pelabuhan terdekat-sekaligus paling ramai-di eropa itu adanya di Amsterdam, wilayah Belanda. Kontainer saya selanjutnya akan melalui jalur darat, melalui Rheine, Hannover, dan akhirnya harus tiba di Berlin, wilayah Jerman, sesuai yang tertera di catatan destination pada dokumen ekspor.

Sebenarnya, ada juga pelabuhan di Jerman yang berhadapan langsung dengan Laut Utara, seperti Hamburg. Tetapi, untuk mencapainya, Anda akan melalui teluk Laut Utara yang berhadapan juga dengan pulau Helgoland. Kapal mesti harus sedikit ke Utara lagi, dan menemui barrier gugusan Helgoland. Terlalu beresiko, mungkin itu pertimbangannya. Belanda sendiri, memang sudah menjadi pelabuhan ramai sejak 15 abad lampau, bahkan ketika Belanda masih dibawah satu Ratu yang juga memerintah di Belgia dan Luxemburg (Benelux). Kedua negara itu kemudian memisah dari Belanda dan membentuk protektorat di bawah perlindungan Ratu Belanda.

Tak lupa, saya pun harus membaca beberapa literatur tentang istilah dan teknis umum financial dan perbankan untuk bisnis seperti ini; nilai tukar, LC, dan lainnya. Soal yang terakhir ini-lah (termasuk Century) yang akan saya kisahkan nanti. Tapi, kita lanjut yang ini dulu ya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun