Mohon tunggu...
Ilham Kurniawan
Ilham Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - ilham kurniawan, S.IP

Pemerhati sosial dan politik, Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta " Orang biasa yang senantiasa menulis Dan belajar ilmu "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menapaki Tangga Petani

21 Oktober 2020   07:57 Diperbarui: 21 Oktober 2020   08:06 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. Iskandar / lumbungpuisi.com

Oleh: ilham kurniawan

Dingin embun pagi menusuk kalbu dipagi ini, aku berangkat menuju

Persawahan yang terhampar menghijau, burung pipitpun mengabarkan kepada angin

Di pagi itu bahwa udara serasa sejuk sesudah hujan, kulihat banyak petani berjalan menuju persawahan

Mereka terdiri dari wanita paruh baya yang berkeluarga Beliau memikul cangkul seakan akan mengabarkan bahwa kerasnya kehidupan itu banyak beban dipundaknya mulai dari masalah keluarganya, anaknya dan kehidupan masa depan anak anak mereka

Kulihat ada yang membawa anak mereka kesawah, riang canda tawa anak kecil dipinggir sawah membuat hatinya tersenyum ditengah gundah gulana hatinya, setelah itu kulihat pula seorang laki2 tua paruh baya menaiki sepeda lalu mengayuhnya dengan pelan namun pasti,seakan beban tidak ada dipundaknya dari raut wajahnya beliau telah melewati berbagai tantangan kehidupan, pengalaman pekerjaan apapun telah ia lalui. 

Beliau merantau melalang buana di negeri seberang sebagai preman, kuli bangunan, pedagang, buruh harian lepas, beliau lebih memilih kembali kekampung halaman daripada dinegeri orang beliau berprinsip " sebaik-baiknya negeri orang alangkah baiknya negeri kita sendiri tanah tumpah darah kita tanah yang subur makmur beliau lebih memilih sebagai petani padi yang keseharian pergi kesawah, karena harta yang paling berharga adalah keluarga bagi bapak tua tersebut.

Aku melamun dan termenung di teras peristirahatan sebuah gubuk tua dipertengahan  sawah

Mereka mencakul sawah berjam-jam dari pagi hingga sore, dibawah terik sinar matahari akan tetapi nilai dari suatu kehidupan tersebut tidak dapat tergantikan makan dibawah gubuk nan reot ditemani sambal apa adanya membuat diri kita mensyukuri nikmat yang telah allah swt berikan kepada hambanya.

Lalu engkau lihatlah mereka yang hidup dikota persaingan semakin menjadi tidak ada kata bersaudara

Yang kaya menindas yang miskin, yang kuat menindas yang lemah seakan kembali kehukum alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun